PEDOMAN
PENYELENGGARAAN PROGRAM HAJI
DI UPT
PUSKESMAS JELBUK
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Pemerintah
wajib menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Haji agar jemaah haji dapat
menunaikan ibadah dengan baik sesuai ketentuan ajaran Islam. Kementrian
Kesehatan bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan haji
sejak sebelum keberangkatan ke Arab Saudi, di perjalanan pergi dan pulang,
selama di Arab Saudi dan setelah kembali ke Indonesia.
Penyelenggaraan kesehatan haji bertujuan
untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi
Jemaah Haji pada bidang kesehatan, sehingga Jemaah Haji dapat menunaikan
ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Tujuan tersebut dicapai
melalui upaya-upaya peningkatkan kondisi kesehatan sebelum keberangkatan, menjaga
kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai tiba kembali ke Indonesia, serta
mencegah transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh
jemaah haji. Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah haji, tanpa kondisi
kesehatan yang memadai, niscaya prosesi ritual peribadatan menjadi tidak
maksimal. Oleh karena itu setiap jemaah haji perlu menyiapkan diri agar
memiliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya. Untuk itu, upaya pertama
yang perlu ditempuh adalah pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya
identifikasi status kesehatan sebagai landasan karakterisasi, prediksi dan penentuan
cara eliminasi faktor risiko kesehatan. Dengan demikian, prosedur dan
jenis-jenis pemeriksaan mesti ditatalaksana secara holistik. Pedoman Teknis
Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji ini selanjutnya digunakan sebagai acuan dan
standar dalam penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum
keberangkatan.
2.
DASAR HUKUM
1. Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1962 Tentang Karantina Udara
2. Undang-Undang
Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
3. Undang-Undang
Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
4. Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
5. Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Peraturan
Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
7. Keputusan
Presiden Nomor 62 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji, yang diubah
dan disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998
8. SK
Bersama Menteri Kesehatan & Kesejahteraan Sosial dan Menteri Agama Nomor
458 tahun 2000 tentang Calon Jemaah Haji Wanita Hamil Melaksanakan Ibadah Haji
9. Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 442 tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Haji Indonesia
3.
TUJUAN
1. Tujuan
Umum
Terselenggaranya
pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan jemaah haji sebelum
keberangkatan melalui pendekatan etika, moral, keilmuan, dan profesionalisme
dengan menghasilkan kualifikasi data yang tepat dan lengkap sebagai dasar
pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji di Indonesia dan pengelolaan
kesehatan jemaah haji di Arab Saudi.
2. Tujuan
Khusus
a. Tercapainya
identifikasi status kesehatan jemaah haji berkualitas.
b.
Tersedianya data
kesehatan sebagai dasar upaya perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya
pembinaan dan perlindungan jemaah haji.
c.
Terwujudnya pencatatan
data status kesehatan dan faktor risiko jemaah haji secara benar dan lengkap
dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) Indonesia.
d.
Terwujudnya fungsi BKJH
sebagai sumber informasi medik jemaah haji untuk kepentingan pelayanan
kesehatan haji.
e.
Tersedianya bahan
keterangan bagi penetapan laik kesehatan (istitho’ah) jemaah haji.
f.
Tercapainya peningkatan
kewaspadaan terhadap transmisi penyakit menular berpotensi Kejadian Luar Biasa
(KLB) pada masyarakat Internasional/Indonesia.
4.
RUANG
LINGKUP
Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah
penilaian status kesehatan bagi jemaah haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai
upaya penyiapan kesanggupan ber-haji melalui
mekanisme baku pada sarana pelayanan
kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara kontinum (berkesinambungan)
dan komprehensif (menyeluruh).
Yang dimaksud kontinum dan komprehensif
yaitu : bahwa proses dan hasil pemeriksaan selaras dan bermanfaat bagi
pelayanan kesehatan dalam rangka perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya
pembinaan dan perlindungan jemaah haji.
5.
SASARAN
1. Petugas
pemeriksa kesehatan jemaah haji
2. Pengelola
program kesehatan haji
3. Instansi
pemerintah di semua jenjang administrasi yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan kesehatan haji
4. Organisasi
profesi terkait penyelenggaraan haji
5. Lembaga
Swadaya Masyarakat terkait penyelenggaraan haji
6.
PENGERTIAN
a.
Jemaah haji adalah Warga Negara
Indonesia beragama Islam yang telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah
haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
b. Pemeriksaan
kesehatan jemaah haji adalah rangkaian kegiatan yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaaan penunjang medis dan penetapan diagnosis jemaah
haji.
c.
Jemaah haji risiko tinggi
adalah jemaah haji dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi berisiko
sakit dan atau mati selama perjalanan ibadah haji, meliputi :
1)
jemaah haji lanjut usia
2)
jemaah haji penderita
penyakit menular tertentu yang tidak boleh terbawa keluar dari Indonesia
berdasarkan peraturan kesehatan yang berlaku
3)
jemaah haji wanita hamil
4)
jemaah haji dengan
ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis dan atau penyakit tertentu
lainnya.
d. Peraturan
kesehatan yang berlaku adalah ketentuan perundangan dalam bidang kesehatan yang
berlaku dalam penyelenggaraan kesehatan di tingkat nasional maupun internasional.
e.
Jemaah Haji Mandiri
adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji
tanpa tergantung kepada bantuan alat/obat dan orang lain.
f.
Jemaah Haji Observasi
adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji
dengan bantuan alat dan atau obat.
g. Jemaah
Haji Pengawasan adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan
ibadah haji dengan bantuan alat dan/obat dan orang lain.
h. Jemaah
Haji Tunda adalah jemaah haji yang kondisi kesehatannya tidak memenuhi syarat
untuk mengikuti perjalanan ibadah haji.
BAB
II
STANDAR KETENAGAAN
1.
Kualifikasi
Sumber Daya Manusia
DOKTER |
: dr. Sendy Dwi Pertiwi |
||
PARAMEDIS PRIA |
: Roys Winarto Amd.Kep |
||
PARAMEDIS WANITA / BIDAN |
: Naila Ivatur R S.Kep Ners |
||
PETUGAS LABORATORIUM |
: Egis Surahman Amd.Kep |
||
PETUGAS ADMINISTRASI |
: Sulastri Amd. Keb |
||
PETUGAS PENYULUH |
: Nuryanto AMGz |
||
PETUGAS PEMBINAAN KESJAS |
: Sutarmi Amd.Keb |
||
PETUGAS PHN/ SURVEILANCE |
: Sri Winarsih Amd.Kep |
Petugas pelaksana adalah
petugas pelaksana yang telah memenuhi standar kualifikasi sebagai tenaga pelaksana
dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya.
BAB
III
TATALAKSANA
PELAYANAN
Pemeriksaan
kesehatan jemaah haji diselenggarakan secara kontinum dan komprehensif melalui
dua tahapan. Tahapan pemeriksaan merupakan urutan kronologis agar terselenggara
secara efektif-efisien, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
penyelenggaraan kesehatan haji. Penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan memanfaatkan sarana pelayanan medis Puskesmas
dan Rumah Sakit.
Puskesmas
merupakan sarana pengampu pemeriksaan kesehatan jemaah haji, sedemikian rupa
sehingga kondisi kesehatan jemaah haji dapat dinilai secara legeartis dan tetap
terjaga kesahihannya.
Rumah
Sakit merupakan sarana rujukan pemeriksaan kesehatan jemaah haji, sehingga
penilaian kesehatan dapat dilaksanakan secara baik dan benar. Pelaksanaan
pemeriksaan kesehatan jemaah haji merupakan bagian pelayanan rutin dan agar
tidak dikonsentrasikan. Konsentrasi pelaksanaan pemeriksaan, baik waktu dan
tempat dapat mengakibatkan penurunan mutu dan gangguan bagi pelayanan lain.
Pemeriksaan
Kesehatan Tahap Pertama merupakan pemeriksaan kesehatan bagi seluruh jemaah
haji di Puskesmas untuk mendapatkan data
kesehatan bagi upaya-upaya perawatan dan pemeliharaan, serta pembinaan dan
perlindungan. Pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Haji
Puskesmas. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua merupakan pemeriksaan yang
dilakukan untuk memperoleh data status kesehatan terkini bagi pemantauan dan
evaluasi upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan dan perlindungan, serta
rekomendasi penetapan status kelaikan pemberangkatan haji.
Bagi
jemaah haji Non-RISTI, data kesehatan dapat diperoleh dari pemeriksaan dalam
rangka perawatan dan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan oleh Dokter. Bagi
jemaah RISTI, data
kesehatan
diperoleh dari pemeriksaan rujukan ke Rumah Sakit.
Mekanisme
kerja dan Tim Pemeriksa Kesehatan Tahap Pertama dan Tim Pemeriksa Kesehatan
Tahap Kedua ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
peraturan yang ada. Kerjasama pelaksanaan pemeriksaan kesehatan jemaah haji
antar Kabupaten/Kota di koordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
1.
PEMERIKSAAN
KESEHATAN TAHAP PERTAMA
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama
adalah upaya penilaian status kesehatan pada seluruh jemaah haji, menggunakan
metode pemeriksaan medis yang dibakukan untuk mendapatkan data kesehatan bagi
upaya-upaya perawatan dan pemeliharaan, serta pembinaan dan perlindungan.
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di
Puskesmas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
1. Fungsi Pemeriksaan Kesehatan Tahap
Pertama antara lain :
a. Identifikasi, karakterisasi dan
prediksi, serta penentuan metode eliminasi faktor risiko kesehatan jemaah haji
b. Dasar upaya perawatan dan
pemeliharaan kesehatan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan kesehatan
jemaah haji.
Pemeriksaan kesehatan dilakukan
sesuai protokol standar profesi kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar
sebagai berikut :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
4. Penilaian kemandirian
5. Tes kebugaran
2.
PEMERIKSAAN KESEHATAN TAHAP KEDUA
Sementara pada pemeriksaan kesehatan
tahap kedua, dijelaskan diantaranya :
- Pemeriksaan
Kesehatan Tahap Kedua adalah upaya penilaian status kesehatan terhadap
jemaah haji tahun berjalan untuk memperoleh data status kesehatan terkini
bagi evaluasi upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan dan perlindungan,
serta rekomendasi penetapan status kelaikan pemberangkatan haji.
- Data
kesehatan terkini diperoleh melalui kompilasi data perawatan, pemeliharaan
dan rujukan. Pemeriksaan kesehatan rujukan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa
Kesehatan di Rumah Sakit.
- Penetapan
rumah sakit dan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Fungsi pemeriksaan kesehatan tahap
kedua, antara lain untuk :
- Menyediaan
data status kesehatan jemaah yang lengkap dan terkini melalui kompilasi
hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama, pemeriksaan dalam rangka
perawatan dan atau pemeliharaan, serta pemeriksaan rujukan.
- Identifikasi,
karakterisasi dan prediksi, serta penentuan metode eliminasi faktor risiko
kesehatan jemaah haji.
- Dasar
upaya perawatan dan pemeliharaan kesehatan, serta upaya-upaya pembinaan
dan perlindungan kesehatan jemaah haji.
Berdasarkan dua tahap pemerksaan
kesehatan haji diatas kemudian digunakan sebagai alat untuk penetapan kelaikan
kesehatan jamaah haji. Penetapan Kelaikan Kesehatan merupakan upaya penentuan
kelaikan jemaah haji untuk mengikuti perjalanan ibadah haji dari segi
kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama
dan Kedua melalu pertemuan yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut oleh Tim
Pemeriksa Kesehatan Puskesmas, Tim Pemeriksa Kesehatan Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dua
minggu sebelum operasional embarkasi haji mdimulai.
Fungsi penetapan Kelaikan Kesehatan
dilakukan untuk menentukan status kelaikan kesehatanjemaah haji mengikuti
perjalanan ibadah haji. Status kesehatan dikategorikan menjadi 4, yaitu
Mandiri, Observasi, Pengawasan dan Tunda. Berdasarkan pedoman teknis ini, juga
disebutkan, berdasarkan peraturan Kesehatan Internasional disebutkan
jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagai alasan pelarangan kepada
seseorang untuk keluar-masuk antar negara, yaitu ;
- Penyakit
Karantina:
(1).Pes (plague);
(2). Kolera
(cholera);
(3).Demam kuning
(yellow fever);
(4).Cacar (small
pox);
(5). Tifus bercak
wabahi (typhus anthomaticus infectiosa/louse borne typhus);
(6).Demam balik-balik
(louse borne relapsing fever);
(7).Penyakit menular
lain yang ditentukan kemudian
- Penyakit
menular, yang menjadi perhatian WHO :
(1).Tuberkulosis paru
dengan BTA positip;
(2).Kusta tipe multi
basiler;
(3).SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome);
(4).Avian influenza
(AI);
(5). Influenza A baru
(H1N1);
(6).Penyakit menular
lain yang ditentukan kemudian
- Ketentuan
Keselamatan Penerbangan;
a). Penyakit tertentu yang berisiko kematian dikarenakan
ketinggian/ penerbangan;
b). Usia kehamilan;
Jemaah haji dinyatakan tidak
memenuhi syarat apabila ;
1. Status kesehatan termasuk kategori Tunda.
2. Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu
pada saat di embarkasi.
3. Tidak memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan.
Sesuai Keputusan Bersama Menteri
Agama Republik Indonesia dan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
Republik indonesia tentang calon haji wanita Hamil untuk melaksanakan ibadah
hajI, antara lain disebutkan bahwa calon haji wanita hamil yang diijinkan untuk
menunaikan ibadah haji harus memenuhi persyaratan :
1.
Telah mendapat suntikan vaksinasi meningitis paling lama 2
(dua) tahun sebelum Keberangkatan haji dengan bukti International Certivicate
of Vaccination (ICV) yang sah.
2.
Pada saat berangkat dari embarkasi usia kehamilan mencapai
sekurang¬kurangnya 14 (empat belas) minggu dan sebanyak-banyaknya 26 (dua puluh
enam) minggu.
3.
Tidak tergolong dalam kehamilan risiko tinggi, baik untuk
ibu serta janinnya, yang dinyatakan dengan keterangan dari dokter spesialis
kebidanan dan penyakit kandungan yang memiliki surat ijin praktik.
4.
Menyerahkan surat pernyataan tertulis di atas kertas
bermeterai yang ditandatangani oleh yang bersangkutan dan diketahui oleh
suaminya atau pihak keluarganya.
BAB
V
LOGISTIK
1.
MANAJEMEN
LOGSTIK
Logistik dalam pelayanan haji meliputi :
a. Logistik
pemeriksaan Laboratorium : logistik pemeriksaan laboratorium dikelola oleh
Penanggung jawab laborat, meliputi:
1.
Alat pemeriksaan Hb
2. Alat
pemeriksaan kolesterol
3. Alat
pemeriksaan gula
4. Alat
pemeriksaan urine
5. Plano
test
b. Logistik
pemeriksaan Fisik : logistik pemeriksaan fisik di kelola oleh penanggung jawap
poli umum, meliputi :
1. Alat
pemeriksaan fisik : Stetoskop, tensimeter, tht set, set pemeriksaan mata, dll
2. Alat
pemeriksaan ECG
c. Logistik
pelayanan imunisasi : logistik pelayanan imunisasi di sediakan oleh bagian
farmasi dinas kesehatan sesuai jumlah calon jamaah yang diperiksa dan di
distribusikan oleh dinas kesehatan melalui GFK, antara lain :
1. Imunisasi
Meningitis
2. Imunisasi
Influenza
3. Imunisasi
Pneumonia
4. Spuit
5. Safety
Box
BAB
VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN/PROGRAM
1.
PENGERTIAN
Keselamatan Pasien (Patient Safety) :
Adalah suatu sistem dimana puskesmas
membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
1.
Asesmen resiko
2.
Identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
3.
Pelaporan dan analisis
insiden
4.
Kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya
5.
Implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko
Sistem
ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
1.
Kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan
2.
Tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil
2.
TUJUAN
1.
Terciptanya budaya
keselamatan pasien di puskesmas
2.
Meningkatnya
akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat
3.
Menurunkan Kejadian
Tidak Diharapkan ( KTD ) di puskesmas
4.
Terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak
Diharapkan ( KTD )
3.
STANDART
KESELAMATAN PASIEN
1.
Hak pasien
2.
Mendidik pasien dan
keluarga
3.
Keselamatan pasien dan
kesinambungan pelayanan
4.
Penggunaan metoda-metoda
peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien
5.
Mendidik staf tentang
keselamatan pasien
6.
Peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien
7.
Komunikasi merupakan
kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
1.
PRINSIP
KESELAMATAN KERJA
Prinsip
utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan. Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok
yaitu :
a.
Cuci tangan guna mencegah
infeksi silang
b.
Pemakaian alat pelindung
diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah
c.
Pengelolaan alat
kesehatan bekas pakai
d.
Pengelolaan jarum dan
alat tajam untuk mencegah perlukaan
e.
Pengelolaan limbah dan
sanitasi
2.
PENYUNTIKAN
YANG AMAN
Suntikan
yang aman ( safety injection ) adalah suatu kondisi dimana :
a. Sasaran
imunisasi memperoleh kekebalan terhadap suatu penyakit dalam rangka menurunkan
prevalensi penyakit
b. Tidak
ada dampak negatif berupa kecelakaan atau penularan penyakit pasca imunisasi
pada sasaran maupun petugas
c. Secara
tidak langsung tidak menimbulkan kecelakaan atau penularan infeksi pada
masyarakat dan lingkungan
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
KELENGKAPAN PENCATATAN DAN PELAPORAN
Judul |
Kelengkapan
Pencatatan dan Pelaporan |
Dimensi
Mutu |
Efektifitas
dan Efisien |
Tujuan |
Terekamnya
pemeriksaan calon jamaah Haji dengan lengkap di SISKOHATKES |
Definisi Operasional |
Proses
pencatatan dan pelaporan pemeriksaan Calon Jamaah Haji secara lengkap di
Siskohatkes |
Frekuensi
pengumpulan data |
Satu
kali |
Periode
Analisa |
Pasca
pemeriksaan Tahap 2 |
Numerator |
Total /
Jumlah calon jamaah Haji tercatat lengkap di SISKOHATKES |
Denominator |
Total Calon
Jamaah Haji di periksa di Puskesmas |
Sumber
Data |
Rekam
medis Pasien, Form lembar Periksa CJH |
Standar |
Jumlah CJH
terekam di SISKOHATKES 100% |
Pananggung
Jawab pengumpulan data |
PJ program
Matra/ Haji |
No comments:
Post a Comment