KRITERIA 5.5.3 IMPLEMENTASI PPI

 LIHAT VIDEO PENJELASAN >>>> VIEW

LIHAT VIDEO PENDALAMAN >>>> VIEW

c. Kriteria 5.5.3 Puskesmas yang mengurangi risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program PPI untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pasien, petugas, keluarga pasien, masyarakat, maupun lingkungan.

Pokok Pikiran:

a)  Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah program yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan infeksi di antara pasien, petugas, keluarga, masyarakat, dan lingkungan melalui penerapan kewaspadaan isolasi yang terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, penggunaan antimikroba secara bijak, dan bundel untuk infeksi terkait pelayanan kesehatan.

b)  Pelaksanaan program tersebut perlu dipantau secara terus-menerus untuk menjamin penerapan yang konsisten.

c)  Kewaspadaan Standar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan melalui hal sebagai berikut:

(1)   Kebersihan tangan

Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam pencegahan infeksi yang wajib dilakukan baik oleh petugas kesehatan, pasien, pengunjung, maupun masyarakat luas. Penerapan dan edukasi tentang kebersihan tangan perlu dilakukan secara terus-menerus agar dapat dilaksanakan secara konsisten.

(2)   Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara benar dan sesuai indikasi

Alat pelindung diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi. APD yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien.

(3)   Etika batuk dan bersin

Etika batuk dan bersin diterapkan untuk semua orang untuk kasus infeksi dengan transmisi droplet atau airborne. Ketika batuk atau bersin, seseorang harus menutup hidung dan mulut dengan menggunakan tisu atau lengan dalam baju, segera membuang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah, kemudian mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol, serta wajib menggunakan masker.

(4)   Penempatan pasien dengan benar

Pasien dengan penyakit infeksi harus ditempatkan terpisah dengan pasien bukan penyakti infeksi. Penempatan pasien harus disesuaikan dengan pola transmisi infeksi dan sebaiknya ditempatkan di ruangan tersendiri. Jika tidak tersedia ruangan tersendiri, dapat dilakukan kohorting. Jarak antara tempat tidur pasien yang satu dengan yang lain minimal 1 meter.

(5)   Penyuntikan yang aman

Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat yang digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali pakai serta berlaku juga pada penggunaan vial multidosis untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien. Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi:

(a)   menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat injeksi;

(b)   semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk satu pasien dan satu prosedur, walaupun jarum suntiknya berbeda;

(c)    gunakan dosis tunggal (single dose) untuk obat injeksi dan cairan pelarut (flushing);

(d)   pencampuran obat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

(e)    pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6)   Dekontaminasi peralatan perawatan pasien dengan benar.

Penurunan risiko infeksi dilakukan dengan kegiatan dekontaminasi melalui pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan, disinfeksi, dan/atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori Spaulding yang meliputi:

a)        kritikal, berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan steril atau sistem pembuluh darah dengan menggunakan teknik sterilisasi, seperti instrumen bedah dan partus set.

b)       semikritikal, berkaitan dengan peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan area kecil di kulit yang lecet dengan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi (DTT), seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, dan kaca gigi.

c)        nonkritikal, berkaitan dengan peralatan yang digunakan pada permukaan tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dengan melakukan disinfeksi tingkat rendah, seperti tensimeter atau termometer.

Proses dekontaminasi tersebut meliputi tindakan sebagai berikut.

(a)   Pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan diri dari semua kotoran, darah, dan cairan tubuh dengan air mengalir untuk kemudian melakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi.

(b)   Pembersihan merupakan proses secara fisik untuk membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan mencuci bersih peralatan dengan detergen (golongan disinfenktan dan klorin dengan komposisi sesuai dengan Standar yang berlaku) atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi atau sterilisasi.

(c)    Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semikritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora (endospore bacterial) dengan cara merebus, menguapkan, atau menggunakan disinfektan kimiawi.

(d)   Sterilisasi merupakan proses menghilangkan semua mikroorganisme, termasuk endospora dengan menggunakan uap bertekanan tinggi (autoclave), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain. Dekontaminasi lingkungan adalah pembersihan permukaan lingkungan yang berada di sekitar pasien dari kemungkinan kontaminasi darah, produk darah, atau cairan tubuh. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan produk darah. Selain klorin, dapat digunakan desinfektan lain sesuai dengan ketentuan.

(7)   Pengelolaan linen dengan benar

Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk menurunkan risiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen kotor noninfeksius dan linen kotor infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD oleh petugas yang mengelola linen dan kebersihan tangan sesuai dengan prinsip PPI, terutama pada linen infeksius. Fasilitas kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor, dan linen steril. Dengan kata lain, setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan secara terpisah.

(8)   Pengelolaan limbah dengan benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah infeksius, benda tajam, dan jarum yang apabila pengelolaan pembuangan dilakukanI dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam penyimpanan khusus (safety box), dan limbah B3. Proses edukasi kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan tempat penyimpanan khusus, dan pelaporan pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam. Pengelolaan limbah meliputi limbah sebagai berikut:

(a)   Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh, sampel laboratorium, produk darah, dan lain-lain yang dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(b)   Limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam yang dimasukkan ke dalam penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air (safety box). Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi kotak penyimpanan tersebut.

(c)   Limbah cair infeksius segera dibuang ke tempat pembuangan limbah cair (spoel hoek).

(d)   Pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penampungan, pengangkutan, tempat penampungan sementara, dan pengolahan akhir limbah.

Dalam menjalankan tugas pelayanan, petugas kesehatan perlu dilindungi dari terpapar infeksi.

Pelindungan petugas dilakukan melalui pemeriksaan berkala, pemberian vaksinasi, dan pelindungan, serta tindak lanjut jika terjadi pajanan.

(9)   Perlindung petugas terhadap infeksi

Petugas kesehatan dalam menjalankan tugas pelayanan perlu dilindungi terhadap terpapar infeksi. Perlindungan petugas dilakukan melalu pemeriksaan berkala, pemberian vaksinasi, dan perlindungan serta tindak lanjut jika terjadi pajanan.

d) Penerapan kewaspadaan Standar perlu dipantau oleh tim PPI atau petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.

 

Elemen Penilaian

R

D

O

W

 

a) Terdapat bukti penerapan dan pemantauan prinsip kewaspadaan standar sesuai dengan Pokok Pikiran pada angka (1) sampai dengan angka (9) sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (R, D, O, W).  

SOP penerapan kewaspadaan standar seperti Penggunaan APD, pengelolaan Linen, penempatan pasien, pengelolahan limbah, Dekontamina si peralatan perawatan pasien dengan benar dll

Dokumen Bukti penerapan kewaspadaan standar berdasarkan regulasi yang telah ditetapkan di Puskesmas

Pengamatan surveior terhadap pelaksanakan penerapan kewaspadaan standar sesuai regulasi yang ditetapkan

Penggalian informasi terkait proses penerapan kewaspadaan standar

 

b) Jika ada pengelolaan pada pokok pikiran angka (6) sampai dengan angka (8) yang dilaksanakan oleh pihak ketiga,Puskesmas harus memastikan standar mutu diterapkan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (D, W)  

 

Bukti MOU dengan pihak ketiga

 

Penggalian informasi terkait proses dan pelaksanaan kerjasama dengan pihak ketiga

 

No comments:

Post a Comment