PEDOMAN
PENGELOLAAN HIV AIDS
1.
PENDAHULUAN
a. Latar
belakang
HIV
/ AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak
berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun
terinfeksi HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara
berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang
memadai.
Angka
pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang sangat
bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara
langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa
pelindung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit :
tato, tindik, dll).
Di Indonesia sendiri kasus HIV pertama kali dilaporkan
pada tahun 1987 di Bali. Dari tahun ke tahun kasus hiv aids terus meningkat.
Pada tahun 2000 sudah terdapat 220 kasus dan meningkat menjadi 8.194 kasus
ditahun 2007.
Hasil
survey tahun 2007 menunjukkan bahwa
prevalensi hiv pada berbagai populasi kunci yaitu WPS langsung 10,4%; WPS
tidak langsung 4,6%; waria 24,4%; pelanggan WPS 0,8% (hasil survey dari 6 kota
pada populasi pelanggan WPS yang terdiri dari supir truk, anak buah kapal,
pekerja pelabuhan dan tukang ojek) dengan kisaran antara 0,2%-1,8%; lelaki seks
dengan lelaki (LSL) 5,2%; pengguna napza suntik 52,4% (STPH 2007). Sedangkan untuk wilayah Sleman, hasil survey menunjukkan bahwa di
Sleman sudah terdapat 500 an lebih orang yang terkena HIV.
Puskesmas Mlati 1 adalah salah satu puskesmas di Sleman yang memiliki
layanan tes HIV. Di Area Mlati 1 sendiri sudah ada 3 orang yang positif terkena
HIV dan banyak sekali yang terkena penyakit menular seksual (IMS) yang mana
kita tahu bahwa IMS adalah pintu masuk bagi virus HIV. Selain itu letak
puskesmas yang strategis, dekat dengan fly over, dekat dengan diskotik dan
salon plus juga mendukung untuk terjadinya perkembangan virus ini. Oleh karena
itu perlu adanya pengelolaan tentang pencegahan dan intervensi HIV AIDS ini di
Puskesmas Mlati 1.
b. Tujuan
Tujuan
dari penyusunan pedoman ini agar puskesmas mempunyai suatu pedoman yang baku
untuk penanganan kasus HIV di wilayah Mlati 1.
c. Manfaat
Manfaat
dari pengelolan hiv aids ini adalah untuk mencegah berkembangnya virus hiv di
masyarakat kecamatan Mlati 1 terutama untuk kegiatan edukasi kepada masyarakat.
2. STRUKTUR
ORGANISASI
a. Visi
misi pengelolaan HIV AIDS
Visi pengelolaan HIV AIDS adalah
mencegah
perkembangan HIV AIDS di wilayah Mlati 1 secara total dan komprehensif.
Misi:
-
Melakukan
pendekatan kepada sasaran sehingga tidak ada jarak yang berbeda antara layanan
dan sasaran
-
melakukan
pencegahan dengan melakukan psikoedukasi bagi masyarakat,
-
melakukan
VCT (Voluntary Consutasi Test) mobile ke tempat-tempat beresiko,
-
menyediakan
konseling VCT di Puskesmas,
-
melakukan
tes HIV untuk semua ibu hamil,
-
serta
menjembatani seseorang yang terkena HIV untuk mengakses pengobatan dan
pendampingan oleh LSM yang bekerjasama dengan puskesmas.
-
Selain
itu adanya layanan LASS ( Layanan Alat Suntik Steril) di Puskesmas Mlati 1 untuk mencegah penyebaran
virus HIV melalui jarum suntik yang tidak steril.
b. Kebutuhan
SDM
Dalam
pengelolaan HIV dan AIDS ini Puskesmas membutuhkan Tim yang terdiri dari Bidan,
Dokter, Psikolog, Analis kesehatan dan tenaga konselor yang sudah terlatih
untuk melakukan konseling HIV
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
penanggulangan HIV dan AIDS meliputi tenaga-tenaga dalam bidang perencanaan,
pelaksanaan, dan tenaga-tenaga monitoring dan evaluasi di semua tingkat dan di
setiap lembaga pemangku kepentingan.
Setiap program yang
direncanakan, dilaksanakan, dimonitor serta dievaluasi memiliki kebutuhan
sumber daya manusia yang berbeda-beda jenis keahlian dan jumlahnya. Untuk
efisiensi penggunaan tenaga, maka setiap program menetapkan standar kebutuhan
minimal ketenagaan. Setiap perencanaan program perlu memperhatikan kebutuhan
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia untuk penyelenggaraan program.
Sumber Daya Manusia adalah
potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai
makluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya
sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan
kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan.
SDM perlu dipersiapkan melalui
perencanaan kapasitas kerja. Kegiatan penyiapan dilakukan melalui
peningkatan kapasitas untuk perbaikan kualitas jumlah dan mutu melalui desain
dan implementasi sistem perencanaan, penempatan sesuai bidangnya, pengembangan
kapasitas, jenjang karir, kompensasi dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Perencanaan
SDM memperhatikan kesetaraan jender, pelibatan bermakna orang yang terinfeksi
HIV dan kepantasan manajemen dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kebutuhan SDM yang
dihitung adalah untuk mencapai setidaknya 80% target program layanan
komprehensif. Dasar perhitungan kebutuhan SDM mencakup jumlah, jenis program
dan layanan, jumlah dan jenis ketenagaan berdasarkan standar kebutuhan minimal.
Penentuan SDM
dimulai dari penghitungan target masing-masing program per tahun, seperti
target program HR-LASS dan PTRM. Dari target yang ditetapkan tersebut dihitung
kebutuhan layanan per tahun, umpamanya untuk program HR, dihitung jumlah
layanan untuk LASS dan PTRM.
c. Table kebutuhan sumber daya manusia
1. Tingkat lapangan
-
Peer education
-
Petugas
penjangkau (PO)
-
Supervisor program lapangan
-
Manajer program di tingkat lapangan
2. Tingkat layanan
-
Petugas
konselor
-
Dokter umum
-
Petugas laboratorium
-
Petugas administrasi
-
Ahli gizi
-
Bidan
d. Dasar perhitungan Jenis Kebutuhan Tenaga:
-
Kebutuhan Tenaga Lapangan
Setiap 80 sasaran populasi kunci
akan didampingi 1 orang peer educator - Setiap lima (5) orang peer
educator akan didampingi oleh 1 orang petugas penjangkau - Setiap lima (5) orang petugas
penjangkau akan didampingi 1 orang supervisor lapangan
-
Kebutuhan Tenaga untuk Layanan
Kesehatan
Berdasarkan ketersediaan
tenaga, jumlah jam kerja dan efeksifi
tas layanan yang akan dilakukan, maka diasumsikan seti ap unit layanan kesehatan
memiliki keterbatasan jumlah sasaran setiap tahunnya yaitu sebagai
berikut: - Setiap
layanan VCT memiliki kemampuan kapasitas melayani: 720 orang per tahun - Setiap layanan IMS memiliki
kemampuan kapasitas melayani: 720 orang per tahun - Setiap layanan CST memiliki
kemampuan kapasitas melayani: 720 orang per tahun - Setiap layanan PMTCT memiliki
kemampuan kapasitas melayani: 360 orang per tahun - Setiap layanan PMTCT memiliki
kemampuan kapasitas melayani: 360 orang per tahun - Se
ap unit LASS memiliki kemampuan kapasitas melayani: 300 orang per tahun - Setiap unit PTRM memiliki
kemampuan kapasistas melayani: 100 orang per tahun
-
Catatan:
Perhitungan kebutuhan sumber
daya manusia ini berdasarkan rekomendasi dari Asia AIDS Commission.
Perhitungan kebutuhan ini adalah sebagai pedoman bagi seluruh sektor dan
masyarakat di ngkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota
baik untuk merencanakan dan mengalokasikan sumber daya. Perencanaan sumber
daya, perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah.
-
Mobilisasi Sumber Daya Manusia
Penanggulangan HIV dan AIDS
membutuhkan SDM yang kompeten namun sering hal ini tidak selalu tersedia.
Penyediaan SDM yang kompeten dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain
sebagai berikut:
-
Rekrutmen Tenaga
Rekrutmen tenaga secara
terbuka dan diumumkan secara luas dengan imbalan memadai dapat mengundang dan
selanjutnya menerima tenaga yang memenuhi persyaratan. Keahlian yang diperlukan
dapat mengenai pelaksanaan di lapangan, layanan atau yang bersifat manajerial.
Apabila rekrutmen tidak dapat dilaksanakan, maka akan ditempuh jalan lain
seperti pengalihan tugas (task shifting), tenaga perbantuan dan melalui
kebijakan penempatan tenaga pemerintah
.
-
Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan
Tenaga
Tenaga yang sudah tersedia
ditingkatkan kemampuannya melalui pelatihan, magang, studi lapangan maupun
bimbingan teknis langsung (mentoring). Peningkatan keterampilan perlu dilakukan
secara berkesinambungan sampai ke tingkatan mahir. Diharapkan setiap daerah
mampu memberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga. Dalam
mengemas program pelatihan, perlu diperhatian kebutuhan sarana penunjang kerja
dari tenaga yang akan dilatih. Pelatihan yang baik harus disertai dengan adanya
kegiatan evaluasi pasca pelatihan dan diikuti dengan mentoring dan bimbingan
untuk dapat menerapkan sepenuhnya ilmu dan keterampilan yang diperoleh selama
mengikuti pelatihan.
e. Denah
Ruangan yang dibutuhkan
-
Ruangan
yang dibutuhkan tentunya harus nyaman dan terjamin privasinya agar pasien
merasa kerahasianya terjamin. Adapun ruangan yang dibutuhkan minimal 3x4 meter.
-
Mudah
dijangkau dan ada informasi yang jelas tentang tata letak ruangan
-
Ada
fasilitas sebagai tempat utuk konsultasi
( meja kursi dan alat bantu konseling)
f. Alur
pelayanan
-
Pada
prinsipnya alur pelayanan HIV AIDS di puskesmas disusun untuk mempermudah dan
menjaga privasi supaya terjaga layanan yang diberikan kepada
-
Alur
pelayanan HIV AIDS berbeda dengan pasien umum , namun meskipun ada perbedaan
tetapi rekam medisnya tetap dilengkapi
-
Pasien
datang
·
Pasien Umum dg rekamedis di
Pendaftaran ·
Pasien khusus langsung ke Psikolog ·
Pasien Umum terdiagnosa oleh dokter ·
Penegakkan diagnosis oleh laboratorium ·
Konseling ke psikolog
·
Pasien rawat jalan/rujukan ·
Monitoring
g. Landasan
Hukum
-
Perkembangan epidemic kasus hiv aids yang telah
mendunia ditanggapi pemerintah Indonesia dengan keluarnya peraturan presiden
no. 75 tahun 2006 yang mengamanatkan perlunya intensifikasi penanggulangan AIDS
di Indonesia.
-
Kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Keppres no. 36
tahun 1994 tentang pembentukan KPA ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten
kota. KPA Nasional yang
diketuai oleh Menko Kesra mengeluarkan strategi nasional dan rencana kerja lima
tahun penanggulangan AIDS 1994-1998.
-
Berdasarkan strategi nasional tersebut, banyak mitra internasional
mendukung pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Setelah itu,
beberapa kementerian mengeluarkan peraturan terkait upaya penanggulangan HIV
misalnya Peraturan Menteri Pendidikan No.9/U/1997 mengenai pencegahan HIV/AIDS
melalui pendidikan, diikuti dengan Peraturan Menteri Pendidikan No.303/U/1997
mengenai pedoman pelaksanaannya.
-
Pada tahun 2001, Indonesia menandatangani Deklarasi Komitmen
Penanggulangan HIV dan AIDS UNGASS. Untuk meningkatkan penanggulangan HIV dan
AIDS,
-
pada tahun 2004 Komitmen Sentani ditandatangani oleh beberapa
menteri (Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan,
Menteri Dalam Negeri, Menteri Sosial, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Agama), Kepala BKKBN dan Ketua Komisi VII DPR RI, serta 6 gubernur.
-
Pada tahun 2003 Kementerian Kesehatan menyusun Rencana Strategis
Penanggulangan AIDS sektor kesehatan. Sektor lain juga merespons adanya HIV dan
AIDS, antara lain Kemennaker mengeluarkan Kepmennaker pada tahun 2004 untuk
mengimplementasikan program HIV dan AIDS di tempat kerja, sedangkan Kemsos dan
BKKBN membentuk unit yang menangani HIV dan AIDS.
-
Untuk menanggulangi masalah penularan HIV melalui penggunaan napza
suntik, pada tahun 2003 dibuat nota kesepahaman antara Menko Kesra selaku Ketua
KPA dan KAPOLRI selaku Ketua BNN. Untuk mengkoordinasikan penanggulangan AIDS,
pada tahun 2003, Menko Kesra menyusun Strategi Nasional 2003-2007.
-
Kemudian, Perpres nomor 75 tahun 2006 menandai terjadinya
intensifikasi penanggulangan AIDS. Keanggotaan KPA Nasional diperluas dengan
mengikutsertakan wakil organisasi profesi dan masyarakat termasuk jaringan
ODHA.
-
Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa KPA Nasional diketuai oleh
Menko Kesra, bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai
Sekretaris yang purna waktu. Sejak tahun 2006 dimulai penguatan Sekretariat KPA
di 100 kabupaten/kota prioritas dan tahun 2007 penguatan Sekretariat KPA di 33
provinsi.
-
Pada tahun 2007,
dengan berakhirnya Renstra tahun 2003-2007, dikeluarkan Strategi Nasional dan
Rencana Aksi Nasional 2007-2010.
-
Pada tahun yang
sama Menko Kesra mengeluarkan Permenko Kesra No. 2 tahun 2007 tentang
pengurangan dampak buruk di kalangan penasun, Mendagri mengeluarkan Permendagri
No. 20 Tahun 2007 tentang pedoman pembentukan KPA dan pemberdayaan masyarakat
di daerah, dan Kemkumham mengeluarkan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di
lembaga permasyarakatan.
-
Pada KOMISI
PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL tahun 2008, dikeluarkan pedoman penyusunan
anggaran kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS. Pada tahun 2009, dikeluarkan
pedoman program komprehensif pencegahan HIV melalui transmisi seksual. Begitu
pula telah diterbitkan berbagai peraturan di tingkat sektor dan daerah.
Perkembangan kebijakan yang mendukung ini mendorong berkembangnya berbagai
layanan untuk pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan.
3. RUANG
LINGKUP
-
Ruang lingkup penanggulangan
HIV AIDS penduduk wilayah Desa Sinduadi dan Sendangadi.
-
Tokoh
masyarakat
-
Anak –
anak sekolah
-
Ibu
hamil
-
Penasun
-
Waria
-
Populasi
kunci
-
Pengelola
salon , panti, hotel dan sejenisnya
-
Wanita
Pekerja Seks
4. PENGENDALIAN
DOKUMEN
Pengendalian
dokumen penting milik pasien sangat dijaga kerahasiaannya dan ditempatkan di
suatu ruangan yang tidak bisa dibaca selain TIM HIV. Dokumen tersebut antara
lain:
a. Biodata
lengkap pasien HIV positif
b. Laporan
hasil lab pasien
c. Foto
5. SARANA
DAN PRASARANA
Alat-alat
yang dipergunakan dalam menungjang kegiatan penanggulangan HIV AIDS adalah alat
laboratorium ,
modul psikoedukasi, mobil, form data pasien.
6. PERKEMBANGAN
CAKUPAN/KEGIATAN
1) Program
Pencegahan Penularan Melalui Alat Suntik
Populasi penasun didorong
untuk mengikuti layanan alat suntik steril (LASS). Layanan ini terus
dikembangkan baik melalui LASS di tingkat komunitas maupun di layanan kesehatan
seperti puskesmas. Layanan di puskesmas perlu ditingkatkan agar menjadi lebih
mudah diakses oleh penasun. Layanan tersebut menyediakan informasi dan
penukaran alat suntik steril kepada penasun.
2)
Program Terapi Rumatan Metadon
(PTRM)
Layanan terapi rumatan metadon
disediakan untuk mengganti ketergantungan dan kebiasaan perilaku penasun
terhadap penggunaan narkoba melalui alat suntik, sehingga dapat meminimalkan
penularan HIV.
3)
Program di Lembaga
Pemasyarakatan
Program penanggulangan
HIV dan AIDS di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dikembangkan sejak tahun 2007.
Beberapa kebijakan yang telah tersedia antara lain adalah Stranas
Penanggulangan HIV dan AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/ Rutan; Rencana
Induk Penguatan Sistem dan Penyediaan Layanan Klinis Terkait HIV dan AIDS di
Lapas/Rutan; Petunjuk Pelaksana Teknis Layanan Dukungan dan Pengobatan HIV dan
AIDS di Lapas/Rutan; SOP Pelaksanaan Metadon di Lapas/Rutan; Surat Edaran
Dirjen Pemasyarakatan Tentang Monitoring dan Evaluasi Program Penanggulangan
HIV dan AIDS di Lapas/Rutan..
Keterbatasan dana dan
sumberdaya manusia dalam penanggulangan HIV dan AIDS, masih menjadi penghambat
dalam implementasi program di Lapas. Dengan dukungan GF R8, akan diperluas
program HIV di 82 lapas di 12 provinsi. Program tersebut meliputi penguatan kapasitas
program di lapas, kerjasama dengan komunitas dan LSM dalam kaitannya dengan
peningkatan informasi pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan, konseling
dan testing.
4)
Program Pencegahan Penularan HIV Melalui Transmisi Seksual
Program pencegahan penularan
HIV melalui transmisi seksual dilakukan melalui promosi kondom dan penyediaan
layanan infeksi menular seksual. yang dilaksanakan di puskesmas, klinik swasta,
klinik perusahaan maupun masyarakat. Program promosi kondom telah dilaksanakan
di lokasi dan kelompok komunitas.
KPA Nasional telah
berinisiatif untuk mengembangkan program komprehensif untuk pencegahan HIV
dengan intervensi struktural di 12 kab/kota termasuk penyediaan outlet kondom,
yang akan dilanjutkan menjadi 36 lokasi hingga tahun 2014 dengan dukungan dana
GF R8.
Program pencegahan penularan
melalui transmisi seksual juga dilakukan secara terus menerus kepada remaja
baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah (SMP sederajat) melalui sektor
pendidikan sebagai bagian dari pendidikan keterampilan hidup (life skill education).
5)
Program Pencegahan Penularan HIV Melalui Ibu ke Bayi (PMTCT)
Penularan HIV melalui ibu ke
bayi cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah
perempuan HIV positif yang tertular baik dari pasangan maupun akibat perilaku
yang berisiko. Meskipun data prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi masih
terbatas, namun jumlah ibu hamil yang positif cenderung meningkat.
6) Konseling dan Testing Sukarela
(Voluntary Counseling and Testing) Layanan kesehatan yang
pertama dalam pencegahan adalah layanan VCT. Diharapkan seluruh populasi kunci
mendapatkan pemeriksaan HIV melalui layanan ini. Salah satu tujuan dari promosi
pencegahan adalah mendorong populasi kunci ke layanan VCT.
7) Program Perawatan Dukungan dan
Pengobatan
Layanan
perawatan, dukungan dan pengobatan di tahun 2009 sudah diberikan oleh 154 rumah
sakit rujukan dari sebelumnya 25 rumah sakit di tahun 2004. ODHA yang
membutuhkan ARV diperkirakan berjumlah 27.770 di tahun 2008 (10% dari jumlah
estimasi ODHA). Infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada ODHA
adalah Tuberkulosis yaitu mencapai 41% dari seluruh kasus infeksi oportunistik,
kemudian diare kronis (21%) dan kandidiasis (21%). Infeksi oportunistik ini
menyebabkan kematian pada ODHA. Di lembaga pemasyarakatan 22,68 % kematian
disebabkan HIV, 18,37% diakibatkan oleh TBC dan 6,19% adalah akibat hepatitis
(Sumber: Ditjen Pemasyarakatan, Kemkumham, 2008). Pada Juni 2009 terdapat
12.493 ODHA sedang menjalani pengobatan ARV (atau 45% dari yang membutuhkan).
Pada tahun 2008, angka kematian ODHA turun menjadi 17% dibandingkan sebelumnya
46% pada tahun 2006.
8)
Cakupan Program pada Populasi Kunci
Cakupan
program yang di tahun 2006 masih terbatas, saat ini telah meningkat. Sekalipun
cakupan meningkat, namun ternyata masih ada kesenjangan yang besar untuk dapat
mencapai target universal access.
7. INDIKATOR KINERJA
a. Indikator Input
Indikator input meliputi pengeluaran
dana baik oleh mitra nasional maupun mitra internasional, pengembangan
kebijakan HIV dan AIDS serta status implementasi kebijakan tersebut, dan
penguatan kelembagaan yang mencakup kelembagaan KPA (berikut seluruh sektor
yang menjadi anggota) baik di tingkat nasional maupun daerah. Indikator ini
penting untuk menilai perkembangan keberlangsungan program (sustainability).
b. Indikator Process
Indikator proses mencakup pelaksanaan program nasional,
yaitu keamanan darah, pelayanan ART, pencegahan transmisi dari ibu ke anak,
co-management pengobatan TBC dan HIV, tes HIV, pendidikan dan mitigasi dampak.
d.
Indikator
Output
Indikator output adalah cakupan program
(coverage) khususnya terhadap populasi kunci, ditambah dengan masyarakat umum
untuk Provinsi Papua dan Papua Barat. Cakupan program nasional diukur terhadap
seluruh populasi kunci yang dijangkau oleh program komunikasi perubahan
perilaku, diantaranya program edukasi, komunikasi pendidikan sebaya, penilaian
risiko individu/kelompok, dan akses terhadap kondom dan alat suntik, program
VCT, IMS serta perawatan, dukungan dan pengobatan. Target tahunan indikator cakupan program
disajikan lebih rinci pada lampiran. Indikator ini penting untuk dinilai secara
berkala untuk melihat adanya perkembangan program di lapangan.
e.
Indikator Outcome
Indikator outcome untuk
melihat sejauh mana hasil pelaksanaan program telah dapat merubah perilaku
berisiko menjadi perilaku aman dari kelompok kunci, baik perilaku pencegahan
maupun perilaku pengobatan. Indikator ini penting untuk menilai perkembangan
efektifitas program (effectiveness).
f.
Indikator Impact
Indikator impact digunakan
untuk melihat dampak epidemi dan program HIV dan AIDS, yang diukur dengan
prevalensi HIV dan IMS pada populasi kunci, dan populasi umum untuk Tanah
Papua.
Uraian lebih rinci mengenai
indikator kinerja program penanggulangan AIDS, yang meliputi nama indikator,
frekuensi pengumpulan data, metode pengukuran dan institusi penanggung jawab
untuk setiap indikator
7. Mekanisme Monitoring dan
Evaluasi
Metode Pengumpulan Data
KPAN bekerjasama dengan
Kementerian Kesehatan dan seluruh sektor pemerintah serta organisasi-organisasi
masyarakat sipil dan mitra kerja internasional, melakukan monitoring dan
evaluasi secara nasional untuk menghasilkan indikator kinerja serta informasi
yang bersifat strategik. Dengan menggunakan informasi tersebut, KPA dapat
menilai apakah upaya penanggulangan sudah berjalan sesuai rencana atau
memerlukan berbagai perbaikan dan perubahan. Setidaknya metode pengumpulan data
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Surveilans
Surveilans HIV, AIDS dan IMS
merupakan tanggung jawab dari Kementerian Kesehatan. Berbagai bentuk kegiatan
surveilans yang diperlukan antara lain adalah sebagai berikut:
b. Surveilans HIV
Kementerian Kesehatan
menetapkan surveilans HIV dilakukan sekali setahun. Saat ini surveilans HIV
dilakukan terhadap WPS. Surveilans HIV perlu diperluas ke semua populasi kunci.
Surveilans pada ibu hamil perlu dilakukan pada area geografis tertentu sesuai
dengan tingkat epidemi.
c. Survei
Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP)
STBP telah dilakukan pada
beberapa provinsi prioritas. Ke depan STBP perlu dilakukan secara
konsisten pada semua provinsi prioritas.
d. Survei IMS
Kegiatan ini dapat diintegrasikan ke dalam STBP.
• Survei resistensi ARV
• Estimasi jumlah ODHA
• Estimasi jumlah populasi kunci
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN
1.
Identitas pasien
- Identitas pasien yang berkunjung ke Puskesmas wajib
dilindungi dan diberikan rasa nyaman dari berbagai macam gangguan sehingga
identitasnya kita rahasiakan.
- Alur layanan menggunakan alur khusus tanpa mengikuti
alur pasien umum, tetapi menggunakan jalur khusus, setelah itu administrasi
mengikuti
- Semua petugas kita sosialisasikan bahwa pasien ODHA
perlu ditangani dengan benar dan kita menghilangkan stigma bahwa ODHA harus
dijauhi
2.
Kerahasiaan rekam medis penderita HIV AIDS
-
Rekam medis diantar dan
diambil oleh Petugas Puskesmas tanpa melalui pasien ODHA
baik
dari satu unit ke unit yang lain
-
Bagi rekam medis yang meskipun
sudah diretensi, kita masih menyimpan sementara di rak retensi selama 5 tahun
dan terkunci
-
Kepada semua petugas Puskesmas
yang menemukan rekam medis yang tertinggal
di poli dan hari itu tidak mungkin dikembalikan ke penyimpan rekmed maka
wajib untuk menyimpan secara baik, dan pagi harinya diserahkan ke
penanggungjawab rekam medis
No comments:
Post a Comment