PEDOMAN PROGRAM INDONESIA SEHAT
DENGAN
PENDEKATAN KELUARGA (PIS PK)
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Program
Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu
Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh
program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia
Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program indonesia sehat selanjutnya
menjadi program utama Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan
pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 –
2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomer
HK.02.02/Menkes/52/2015.
Sasaran
dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status
gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN 2015 – 2019, yaitu meningkatkan
status kesehatan dan gizi ibu dan anak, meningkatkan pengendalian penyakit,
meningkatkan akses dan mutu pelayanan keseahatn dasar dan rujukan terutama di
daerah terpencil, meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan universal melalui
Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin serta meningkatkan responsvitas
sistem keseahatan.
Program
Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama yaitu penerapan
paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN). Penerapan pradigma sehat dilakukan dengan strategi
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan
preventif, serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan startegi peningkatan akses pelayanan keseahatn, optimalisasi
sistem rujukan dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan.
Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan stategi perluasan sasaran dan
manfaat, serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada
tercapainya keluarga-keluarga sehat.
B. TUJUAN
1. Meningkatkan akses keluarga
terhadap pelayanan kesehatan komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan
preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar.
2. Mendukung pencapaian Standar
Pelayanan Minimum (SPM) Kabupaten/Kota dan SPM Provinsi, melalui peningkatan
akses dan skrining kesehatan.
3. Mendukung pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
men-jadi peserta JKN.
4. Mendukung tercapainya tujuan
Program Indonesia Sehat dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015 – 2019.
C. SASARAN
Seluruh keluarga di wilayah kerja Puskesmas Depok I. Yang
dimaksud keluarga disini adalah suatu lembaga yang merupakan satuan (unit)
terkecil dari masyarakat, terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga yang
seperti ini disebut rumah tangga atau keluarga inti (keluarga batih),
sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga (KK).
D. RUANG LINGKUP
Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini
merupakan pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari
upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan
berikut.
1. Kunjungan keluarga untuk
pendataan/ pengumpulan data Profil Kesehatan Keluarga dan peremajaan (updating)
pangkalan datanya.
2. Kunjungan keluarga dalam rangka
promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan preventif.
3. Kunjungan keluarga untuk
menidaklanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.
4. Pemanfaatan data dan informasi
dari Profil Kesehatan Keluarga untuk pengorganisasian/ pemberdayaan masyarakat
dan manajemen Puskesmas.
BAB II
PROGRAM
INDONESIA SEHAT
DENGAN
PENDEKATAN KELUARGA (PIS PK)
A. SUMBER DAYA MANUSIA
Semua
karyawan Puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan PIS PK dengan Kepala
Puskesmas sebagai penanggung jawab pelaksanaan PIS PK.
Gambar 1. Hubungan Penguatan Manajemen
Pelayanan Kesehatan dan Manajemen Puskesmas
B. PERSIAPAN PELAKSANAAN PIS PK
Yang dimaksud satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga
inti (ayah, ibu, dan anak) sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika
dalam satu rumah tangga terdapat kakek dan atau nenek atau individu lain, maka
rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih dari satu keluarga. Untuk
menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak digunakan sejumlah penanda
atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah
disepakati adanya 12 indikator utama untuk penanda status kesehatan sebuah keluarga.
Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai berikut.
1. Keluarga mengikuti program
Keluarga Berencana (KB)
2. Ibu melakukan persalinan di
fasilitas kesehatan
3. Bayi mendapat imunisasi dasar
lengkap
4. Bayi mendapat air susu ibu (ASI)
eksklusif
5. Balita mendapatkan pemantauan
pertumbuhan
6. Penderita tuberkulosis paru
mendapatkan pengobatan sesuai standar
7. Penderita hipertensi melakukan
pengobatan secara teratur
8. Penderita gangguan jiwa
mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
9. Anggota keluarga tidak ada yang
merokok
10. Keluarga sudah menjadi anggota
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
11. Keluarga mempunyai akses sarana
air bersih
12. Keluarga mempunyai akses atau
menggunakan jamban sehat
Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga oleh Puskesmas akan berjalan dengan baik bila dilaksanakan langkah-langkag
persiapan yang meliputi
1. Sosialisasi
Keberhasilan pelaksanaan pendekatan keluarga oleh Puskesmas
dalam rangka Program Indonesia Sehat memerlukan pemahaman dan komitmen yang
kuat dari seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas. Selain itu, diperlukan
dukungan yang kuat dari para pengambil keputusan dan kerjasama dari berbagai
sektor di luar kesehatan di tingkat kecamatan. Puskesmas perlu melakukan
sosialisasi tentang Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga secara
terencana dan tepat sasaran. Sosialiasi penguatan puskemas dengan pendekatan
keluarga dilaksanakan pada dua bagian yaitu sosialisasi internal dan
sosialisasi eksternal.
a. Sosialisasi Internal
Pendekatan keluarga bukan hanya tugas pekerjaan dari para
Pembina Keluarga. Masalah kesehatan yang dijumpai di keluarga, bantuan teknis
profesional yang diperlukan dalam pemecahannya merupakan tanggung jawab para
petugas profesional di Puskesmas, termasuk masalah-masalah kesehatan serupa
yang ditemukan pada saat Puskesmas menyelenggarakan pengorganisasian
masyarakat. Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab pelaksanaan pendekatan
keluarga di Puskesmas wajib mensosialisasikan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga kepada semua tenaga kesehatan di Puskesmas, termasuk yang
ada di jejaring seperti Puskesmas pembantu (Pustu), Puskesmas keliling
(Pusling), bidan di desa, dan lain-lain.Sosialisasi pertama dapat memanfaatkan
forum lokmin
b. Sosialisasi Eksternal
Petugas Puskesmas perlu melakukan sosialisasi tentang
pendekatan keluarga kepada camat, Ketua RT/RW, Lurah/Kepala Desa, ketua-ketua
organisasi kemasyarakatan seperti PKK, dan pemuka-pemuka masyarakat agar
pelaksanaan pendekatan keluarga mendapat dukungan dari masyarakat.
a) Sosialisasi di Kantor Kecamatan
Camat adalah pengambil keputusan pertama yang harus menjadi
sasaran sosialisasi di luar Puskesmas. Kepala Puskesmas meminta waktu khusus
untuk menghadap Camat guna mensosialisasikan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga kepada Camat. Sosialisasi kepada Camat tidak berbentuk
ceramah, tetapi lebih berupa dialog dan advokasi. Kepala Puskesmas menyiapkan
bahan dialog dan advokasi dengan baik (termasuk data dan alat peraga yang
diperlukan), disesuaikan dengan waktu yang diberikan oleh Camat. Sosialisasi
ini tidak perlu harus selesai dalam sekali temu-muka, sehingga Kepala Puskesmas
dapat merancang sosialisasi berkelanjutan kepada Camat. Kepala Puskesmas
mengajukan permintaan untuk diadakannya sosialisasi kepada para pejabat di
kantor kecamatan, setelah dilakukan sosialisasi dan pemahaman Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga kepada Camat. Pertemuan tersebut dipimpin oleh
Camat dan sekaligus menjadi pembicara. Kepala Puskesmas sebagai pendamping
untuk menambah informasi yang disampaikan oleh Camat.
b) Sosialisasi Lintas Sektor
Tingkat Kecamatan
Peserta dari sosialisasi untuk lintas sektor tingkat
kecamatan adalah para pejabat lintas sektor di tingkat kecamatan. Sosialisasi
untuk pejabat-pejabat lintas sektor tingkat kecamatan ini bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman dan komitmen kerjasama lintas sektor dalam pelaksanaan
pendekatan keluarga oleh Puskesmas. Sebagaimana pada sosialiasi ke
pejabat-pejabat kantor kecamatan, dalam sosialisasi diupayakan agar Camatlah
yang mengundang dan Camat tidak sekedar membuka pertemuan, tetapi berperan
sebagai penyaji dan aktif mengawal sosialisasi sampai selesai. Hal ini penting
dilakukan guna menciptakan pemahaman bahwa pendekatan keluarga bukan hanya
urusan sektor kesehatan. Sosialisasi juga berguna untuk menaikkan kredibilitas
pendekatan keluarga oleh Puskesmas sebagai bagian dari arus utama (mainstream).
c) Sosialisasi untuk Unsur-Unsur
Masyarakat
Peserta dari sosialisasi untuk unsur-unsur masyarakat
mencakup para Ketua RT/RW, Lurah/Kepala Desa, ketua-ketua organisasi
kemasyarakatan seperti PKK, dan pemuka-pemuka masyarakat. Sebagaimana pada
sosialisasi untuk lintas sektor, sosialisasi ini pun sebaiknya Camat ikut
berperan aktif dan penuh. Sosialisasi ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman
dari unsur-unsur masyarakat, sehingga muncul komitmen untuk membantu
pelaksanaannya.
2.
Pengorganisasian
(Pengaturan Tugas Terintegritas)
Pengaturan tugas terintegrasi dalam pelaksanaan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga diharapkan akan terbentuk di
tingkat kecamatan dengan kedua jenis sosialisasi tersebut di atas. Pengaturan
tugas tidak harus terbentuk secara formal, melainkan dapat berupa jejaring
koordinasi dan kerjasama antara internal Puskesmas dengan pihak-pihak eksternal
yang diharapkan mendukungnya. Pengaturan tugas yang terintegrasi dapat
digambarkan secara skematis sebagai berikut.
KKEPALA
PUSKESMAS
(KETUA
TIM KS)
INTERNAL EKTERNAL
TIM BINA WILAYAH
(SELURUH NAKES)
SELURUH KEPALA
DESA + LINTAS
SEKTORAL, TOKOH
AGAMA DAN FKTP
DOKTER, PERAWAT,
BIDAN, DAN NAKES
LAINNYA (TIM BINA KELUARGA)
KEP.
DESA A
KEP.
3.
Pembiayaan
Pelaksanaan
pendekatan keluarga ini dapat dibiayai dari beberapa sumber pembiayaan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a) Anggaran Belanja dan Pendapatan
Daerah (APBD),
b) Anggaran Belanja dan Pendapatan
Negara (APBN)
·
dana
dekonsentrasi
Dana
dekonsentrasi diberikan kepada provinsi. Dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk
menunjang pelaksanaan program di Puskesmas.
·
dana
alokasi khusus (DAK) fisik dan non fisik (BOK)
·
dana
dari pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Penggunaan Dan Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan
Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah.
·
alokasi
dana desa (ADD)
c) Dana lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan seperti: Sumber dana lainnya yang
berasal dari masyarakat seperti donator, Corporate Social Responsibility (CSR).
3.
Persiapan
pendataan
Persiapan
pendataan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Melakukan inventarisasi data
jumlah keluarga di wilayah kerja Puskesmas berkoordinasi dengan kelurahan,
kecamatan, serta data kependudukan dan catatan sipil (berpedoman pada definisi
keluarga menurut Petunjuk Teknis ini)
b. Menyiapkan instrumen pendataan. Instrumen
yang perlu disiapkan dalam proses pengumpulan data kesehatan keluarga adalah:
a) Formulir Prokesga, yang dapat
berbentuk tercetak (lihat Bab VIII) atau elektronik. Instrumen ini merupakan
sarana untuk merekam dan menyimpan data-data sebagai berikut:
·
data
anggota keluarga berupa umur, jenis kelamin, status perkawinan, kehamilan,
tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
·
data
kesehatan keluarga terkait penyakit hipertensi, tuberkulosis, dan gangguan
jiwa.
·
perilaku
individu anggota keluarga terkait merokok, mengikuti program KB, memantau
pertumbuhan dan perkembangan balita, memberikan ASI eksklusif, buang air besar
(BAB), dan penggunaan air bersih.
·
data
lingkungan rumah (sarana air bersih dan jamban sehat)
b) Paket Informasi Kesehatan
Keluarga (Pinkesga) yang berupa flyer untuk diberikan kepada keluarga
yang dikunjungi sebagai media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Flyer
yang dimaksud adalah flyer tentang Keluarga Berencana (KB),
Pemeriksaan Kehamilan, Imunisasi, ASI Eksklusif, Penimbangan Balita,
Tuberkolosis, Hipertensi, Kesehatan Jiwa, Bahaya Merokok, Sarana Air Bersih,
Jamban Sehat, dan Jaminan Kesehatan Nasional.
gambar 4. Paket informasi kesehatan
keluarga
Menggandakan
formulir Prokesga (jika pengumpulan data menggunakan formulir tercetak) atau mengunduh
aplikasi Keluarga Sehat (jika pengumpulan data menggunakan formulir
elektronik). Di samping itu, perlu juga digandakan Pinkesga (bila jumlah yang
ada belum mencukupi). Perekrutan petugas pendataan dilaksanakan oleh pihak
Puskesmas berdasarkan pada analisis kebutuhan tenaga pendataan dengan
mempertimbangkan aspek ketersediaan tenaga di Puskesmas, jumlah keluarga di
wilayah kerja Puskesmas, luas wilayah kerja, kondisi geografis wilayah kerja,
dan pendanaan. Perekrutan petugas pendataan dapat dilaksanakan apabila hasil
dari analisis kebutuhan tenaga menyatakan bahwa membutuhkan tenaga tambahan.
Petugas pendataan yang direkrut adalah tenaga kesehatan maupun tenaga non
kesehatan.
c. Melakukan pembagian wilayah
binaan.
Puskesmas harus membagi wilayah kerjanya
menjadi beberapa wilayah binaan berdasarkan desa yang disesuaikan dengan luas
wilayah, jumlah keluarga, jumlah tenaga pendata, kondisi geografis, dan
pendanaan. Setiap desa sebagai suatu wilayah binaan memiliki seorang penanggung
jawab wilayah yang disebut Pembina Keluarga. Pendataan harus dilakukan kepada
seluruh keluarga di wilayah kerja Puskesmas (total coverage). Pendataan
dilakukan secara utuh dan tidak dilakukan setengah-setengah (maksudnya. Bila
ada keterbatasan sumber daya baik tenaga ataupun biaya maka pendataan dilakukan
untuk seluruh keluarga dalam satu desa terlebih dahulu baru dilanjutkan ke desa
berikutnya).
d. Menetapkan pembina keluarga.
Setiap tenaga kesehatan Puskesmas dapat
diajukan sebagai Pembina Keluarga. Pembina Keluarga bertanggung jawab
mengumpulkan data kesehatan keluarga, melakukan analisis Prokesga di wilayah
binaannya, melakukan koordinasi lintas program untuk intervensi permasalahan
keluarga di wilayah binaannya, serta melakukan pemantauan kesehatan keluarga.
Pembina Keluarga harus memahami secara makro/garis besar dan menyeluruh tentang
kesehatan. Pelatihan (pembekalan) Pembina Keluarga perlu dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Puskesmas
dapat menjalin kerjasama dengan institusi/LSM yang sudah berpengalaman atau
dianggap mampu melakukan survei, mengumpulkan data dan menyusunnya ke dalam
bentuk database keluarga, misalnya: lembaga pendidikan dan organisasi kemasyarakatan.
Kerjasama dapat juga dilakukan dengan pegawai kelurahan/desa, pengurus RT/RW
atau Tim Penggerak PKK setempat. Keuntungan dari kerjasama ini adalah terbangun
rasa memiliki karena mereka (pengurus RT/RW atau TP PKK) juga bertugas untuk
melakukan pembinaan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah, bahwa Puskesmas
tetap harus melakukan bimbingan dan pemantauan selama pengumpulan data dan
pembuatan database, karena tenaga pendata tersebut belum tentu paham akan
istilah-istilah pada bidang kesehatan.
C. MEKANISME PERENCANAAN TINGKAT
PUSKESMAS (P1)
Perencanaan
Tingkat Puskesmas (PTP) dilaksanakan melalui langkah-langkah:
1.
Mengumpulkan
dan mengolah data,
2.
Mengidentifikasi
masalah kesehatan dan potensi pemecahannya,
3.
Menentukan
prioritas masalah kesehatan,
4.
Membuat
rumusan masalah kesehatan,
5.
Mencari
penyebab masalah kesehatan,
6.
Menetapkan
cara pemecahan masalah,
7.
Memasukkan
pemecahan masalah kesehatan ke dalam Rencana Usulan Kegiatan (RUK),
8.
Menyusun
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Perencanaan kegiatan dalam rangka keluarga
sehat, terintegrasi dalam RUK/RPK Puskesmas.
1.
Mengumpulkan
dan mengolah data,
Penyusunan rencana Puskesmas perlu dikumpulkan data umum
dan khusus. Data umum mencakup: peta wilayah kerja Puskesmas, data sumber daya,
data peran serta masyarakat, serta data penduduk dan sasaran program. Data khusus
mencakup: status kesehatan, kejadian luar biasa, cakupan program pelayanan
kesehatan, dan hasil survei. Pada pendekatan keluarga perlu ditambahkan satu
kategori data lagi, yaitu data keluarga yang mencakup data tiap keluarga dari
semua keluarga yang ada di wilayah kerja Puskesmas (total coverage).
a. Pengumpulan Data Keluarga
Pendataan keluarga secara menyeluruh dapat dilakukan
sendiri oleh Puskesmas, karena jumlah indikator keluarga hanya dua belas dan
hanya menggunakan tiga jenis formulir. Keuntungannya bila dilakukan oleh tenaga
Puskesmas adalah pada saat pendataan, sudah bisa langsung dilakukan intervensi
minimal berupa pemberian lembar informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan
yang sesuai dengan masalah kesehatan yang ditemui di keluarga tersebut.
Keuntungan lain dari segi pembiayaan, tentu saja akan lebih hemat. Puskesmas
harus menunjuk beberapa tenaga kesehatan Puskesmas yang ditugasi sebagai
Pembina Keluarga.
Pembina Keluarga dan/atau petugas pendataan berkoordinasi
dengan ketua RT dan RW, kepala desa berkaitan dengan jadwal pelaksanaan,
pembagian keluarga yang akan dikunjungi, dan jumlah instrumen Prokesga, sebelum
memulai pendataan. Guna memperlancar proses, pendataan sebaiknya didampingi
oleh pihak RT/RW atau kader Posyandu. Wawancara ditunda dan buatlah janji
kunjungan kembali ke keluarga tersebut untuk melengkapi pengisian kuesioner
dari responden yang belum diwawancarai bila responden tidak ada ditempat saat
pengumpulan data. Batas waktu kembalinya petugas untuk pengumpulan data ditentukan
berdasarkan kesepakatan masing-masing daerah. Hal tersebut akan sangat
tergantung kepada frekuensi dan rentang waktu intervensi yang direncanakan oleh
masing-masing wilayah.
Pengumpul data juga harus menghormati norma sosial
setempat. Kunjungan rumah diupayakan dapat diatur sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kegiatan seluruh anggota keluarga. Petugas terlebih dahulu harus
menjelaskan tujuan wawancara dan pengamatan ebelum melakukan pendataan karena
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan lingkungan rumah.
Upayakan agar seluruh rumah tangga dan anggota keluarga di dalamnya dapat
didata.
Petugas dapat berkoordinasi dengan kader Posyandu/RT/RW
setempat bila ada kesulitan dalam pengumpulan data. Kadangkala probing, yakni
menggali atau memancing, dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas jawaban responden perlu dilakukan. Petugas sebaiknya
memotong dan
mengulang
pertanyaannya dengan kalimat yang lebih mudah dipahami oleh responden bila
responden menjawab dengan panjang lebar tetapi tidak relevan dengan pertanyaan.
Responden diberi waktu sejenak untuk berpikir bila terlihat bingung dan tidak
dapat menjawab pertanyaan.
Berikut sejumlah pengertian dan penjelasan terkait keluarga
dan anggota keluarga, yang beberapa di antaranya mengacu kepada Pedoman
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Litbangkes Tahun 2013.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
dan beberapa rang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat, di bawah satu
atap dalam keadaan saling bergantung. Pada pendataan ini, keluarga
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu keluarga inti (nuclear family)
dan keluarga besar (extended family).
1) Keluarga inti, adalah keluarga
yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari
suami, istri, dan anak- anak baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
2) Keluarga besar, adalah keluarga
inti ditambah orang lain yang memiliki hubungan darah (misalnya kakek, nenek,
bibi, paman, dan lain-lain) dan juga yang tidak memiliki hubungan darah tetapi
ikut tinggal atau bermaksud tinggal selama minimal 6 bulan dan makan dalam
keluarga tersebut (pembantu, supir, dan lain-lain). keluarga besar dapat
terdiri atas beberapa keluarga inti.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada saat
melakukan pendataan terdapat beberapa hal yang perlu dicermati, yakni:
1)
Jika dalam satu bangunan rumah
terdiri dari satu atau lebih keluarga inti/ keluarga besar, maka nama kepala
keluarga tidak secara langsung diambil dari kartu keluarga melainkan diambil
berdasarkan status kepala keluarga disetiap keluarga inti/keluarga besar.
2)
Anggota keluarga (AK) adalah
semua orang yang menjadi bagian dari keluarga dan tinggal di keluarga tersebut,
yang dijumpai pada waktu periode pendataan di setiap wilayah. Kepala keluarga
sekaligus adalah juga AK. Orang yang telah tinggal di suatu keluarga selama 6
bulan atau lebih, atau yang telah tinggal di keluarga kurang dari 6 bulan
tetapi berniat tinggal di keluarga tersebut selama 6 bulan atau lebih, dianggap
sebagai AK. Anggota keluarga yang telah bepergian selama 6 bulan atau lebih dan
AK yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan
keluarga selama 6 bulan atau lebih, dianggap bukan AK.
3)
Pembantu rumah tangga, sopir,
tukang kebun yang tinggal dan atau makan di rumah majikannya dianggap sebagai
AK majikannya. Tetapi jika hanya makan saja (tidak tinggal), dianggap bukan AK
majikannya.
4)
Bangunan sensus atau rumah
tangga yang bukan rumah tangga biasa (RS,
5)
lembaga pemasyarakatan, panti
sosial, asrama, pasar, dan lain-lain sesuai definisi BPS), tidak diambil
datanya.
6)
Penghuni rumah kost yang ≤ 15 orang (termasuk AK pemilik
kost), dimasukkan ke dalam satu Prokesga.
7)
Dalam kasus pemilik kost
tinggal di bangunan yang sama dengan penghuni
8)
kost, maka apabila satu kamar
diisi lebih dari satu orang dengan hubungan keluarga baik
suami/isteri/anak/sepupu/kakak/adik, semuanya dimasukkan ke dalam satu
Prokesga.
9) apabila penghuni kost tinggal di
bangunan yang terpisah dari pemilik kost maka mereka didata sebagai keluarga
tersendiri.
Data
keluarga dikumpulkan dengan menggunakan formulir Prokesga, yang berbentuk
tercetak atau elektronik (aplikasi). Profil Kesehatan Keluarga mengacu kepada
indikator keluarga sehat, yang untuk saat ini ditetapkan sebanyak dua belas
indikator sebagai berikut:
Adapun
pengertian atau definisi operasional dari masing-masing indikator tersebut di
atas adalah sebagai berikut:
1) Keluarga mengikuti program KB
adalah jika keluarga merupakan pasangan usia subur, suami atau isteri atau
keduanya, terdaftar secara resmi sebagai peserta/akseptor KB dan atau
menggunakan alat kontrasepsi.
2) Ibu melakukan persalinan di
fasilitas kesehatan adalah jika di keluarga terdapat ibu pasca bersalin (usia
bayi 0-11 bulan) dan persalinan ibu tersebut, dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, bidan praktek swasta).
3) Bayi mendapat imunisasi dasar
lengkap adalah jika di keluarga terdapat bayi (usia 12-23 bulan), bayi tersebut
telah mendapatkan imunisasi HB0, BCG, DPT-HB1, DPT-HB2, DPT-HB3, Polio1,
Polio2, Polio3, Polio4, Campak.
4) Bayi mendapat ASI eksklusif
adalah jika di keluarga terdapat bayi usia 7 – 23 bulan dan bayi tersebut
selama 6 bulan (usia 0-6 bulan) hanya diberi ASI saja (ASI eksklusif).
5) Balita mendapatkan pematauan
pertumbuhan adalah jika di keluarga terdapat balita (usia 2 – 59 Bulan 29 hari)
dan bulan yang lalu ditimbang berat badannya di Posyandu atau fasilitas
kesehatan lainnya dan dicatat pada KMS/buku KIA.
6) Penderita
tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar adalah jika di keluarga
terdapat anggota keluarga berusia ≥15 tahun yang menderita
batuk dan sudah 2 minggu berturut-turut belum sembuh atau didiagnogsis sebagai
penderita tuberkulosis (TB) paru dan penderita tersebut berobat sesuai dengan
petunjuk dokter/petugas kesehatan.
7)
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur adalah
jika di dalam keluarga terdapat anggota keluarga berusia ≥15 tahun yang didiagnogsis sebagai penderita tekanan darah tinggi
(hipertensi) dan berobat teratur sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas
kesehatan.
8)
Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan adalah jika di keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa berat dan penderita tersebut tidak ditelantarkan dan/atau dipasung
serta diupayakan kesembuhannya.
9)
Anggota keluarga tidak ada yang merokok adalah jika tidak ada seorang
pun dari anggota keluarga tersebut yang sering atau kadang-kadang menghisap
rokok atau produk lain dari tembakau. Termasuk di sini adalah jika anggota
keluarga tidak pernah atau sudah berhenti dari kebiasaan menghisap rokok atau
produk lain dari tembakau.
10) Keluarga sudah
menjadi anggota JKN adalah jika seluruh anggota keluarga tersebut memiliki
kartu keanggotaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan/atau
kartu kepesertaan asuransi kesehatan lainnya.
11) Keluarga mempunyai
akses sarana air bersih adalah jika keluarga tersebut memiliki akses dan
menggunakan air leding PDAM atau sumur pompa, atau sumur gali, atau mata air
terlindung untuk keperluan sehari-hari.
12) Keluarga mempunyai
akses atau menggunakan jamban sehat adalah jika keluarga tersebut memiliki
akses dan menggunakan sarana untuk buang air besar berupa kloset leher angsa
atau kloset plengsengan.
Data
keluarga yang telah dikumpulkan selanjutnya disimpan dalam pangkalan data keluarga,
yang selalu harus diremajakan (updated) sesuai dengan perubahan yang terjadi
di keluarga yang dijumpai pada saat dilakukan kunjungan rumah (misalnya adanya kelahiran
bayi, telah berubahnya bayi menjadi balita, sudah diberikannya imunisasi dasar
lengkap kepada bayi, dan lain-lain).
b. Penyimpanan Data
Data keluarga yang telah dikumpulkan dengan menggunakan
aplikasi program entry selanjutnya disimpan dalam pangkalan data
keluarga yang merupakan subsistem dari sistem pelaporan Puskesmas. Data-data
tersebut, harus selalu diremajakan (updated) sesuai dengan perubahan
yang terjadi di keluarga yang dijumpai pada saat dilakukan kunjungan rumah
ulang (misalnya adanya kelahiran bayi, telah berubahnya bayi menjadi balita,
sudah diberikannya imunisasi dasar lengkap kepada bayi, dan lain-lain).
Data keluarga ini juga dimanfaatkan untuk mengisi data
pelaporan Puskesmas yang selanjutnya akan masuk ke dalam pangkalan data di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dari sistem pelaporan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, data mengalir ke pangkalan data di Dinas Kesehatan Provinsi dan
akhirnya dengan sistem pelaporan Dinas Kesehatan Provinsi sampai ke pangkalan
data di Kementerian Kesehatan. Data dalam pangkalan-pangkalan data tersebut
diolah dan dianalisis, akan keluar Indeks Keluarga Sehat (IKS) pada tingkat desa
atau kelurahan, kabupaten atau kota, provinsi, dan nasional. Bersamaan dengan
itu, melalui mekanisme serupa, tentunya akan dilaporkan pula (oleh program-program
kesehatan) kemajuan Indikator Individu Sehat (IIS), Indikator Tatanan Sehat (ITS),
dan Indikator Masyarakat Sehat (IMS), sehingga akan diketahui pula IIS, ITS dan
IMS tingkat desa atau kelurahan, kabupaten atau kota, provinsi, dan nasional.
IKS, IIS, ITS, dan IMS, secara bersama-sama akan menjadi indikator
Desa/Kelurahan Sehat, Kabupaten/Kota Sehat, Provinsi Sehat, dan Indonesia
Sehat.
2.
Mengidentifikasi
masalah kesehatan dan potensi pemecahannya,
Data yang sudah diolah
selanjutnya dianalisis untuk mengidentifikasi masalah kesehatan, masalah sumber
daya, dan masalah-masalah lain yang berkaitan.
a.
Di tingkat Keluarga. Puskesmas dapat
mengidentifikasi masalah-masalah kesehat-an apa yang dihadapi oleh
masing-masing keluarga di wilayah kerjanya melalui analisis data masing-masing
keluarga dari Prokesga dengan mencari indikator-indikator keluarga sehat yang
bernilai 0. Puskesmas juga dapat mengidentifikasi potensi masing-masing
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang diha-dapi dengan menganalisis
data masing-masing keluarga dari Prokesga. Misalnya dari segi usia kepala
keluarga, tingkat pendidikannya, pekerjaannya, dan lain-lain. Keluarga A pada
contoh di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah kesehatan sebagai berikut:
1) bayi
tidak mendapat ASI eksklusif.
2) pertumbuhan
balita tidak dipatau.
3) penderita
hipertensi (ayah) berobat tidak teratur.
4) ada
anggota keluarga yang merokok (ayah).
b.
Di tingkat RT/RW/Kelurahan/Desa.
Masalah-masalah kesehatan prioritas yang Masalah-masalah kesehatan prioritas
yang dihadapi oleh masing-masing RT/ RW/kelurahan/desa di wilayah kerja
Puskesmas dapat diidentifikasi dari hasil olahan data keluarga dalam satu
RT/RW/kelurahan/desa. Rukun tetangga/ rukun warga/kelurahan/desa mana yang
memerlukan perhatian khusus dengan mencari indikator-indikator yang cakupannya
rendah.
c.
Di tingkat Kecamatan. Di tingkat kecamatan,
identifikasi masalah kesehatan dan masalah-masalah lain serta potensi mengatasi
masalah kesehatan dilakukan berdasar pada hasil pengolahan data dari Prokesga,
data khusus, dan data umum. Puskesmas akan dapat mengetahui masalah-masalah
kesehatan prioritas yang dihadapi keluarga di tingkat kecamatan dari hasil
olahan data Prokesga seluruh keluarga di kecamatan dengan mencari
indikator-indikator yang cakupannya rendah.
3.
Menentukan
prioritas masalah kesehatan,
Puskesmas
dapat menentukan prioritas masalah kesehatan, baik yang dihadapi oleh
masing-masing keluarga, desa/kelurahan, maupun kecamatan dengan memperhati-kan
masalah-masalah kesehatan yang telah diidentifikasi. Penentuan prioritas
masalah dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
Penentuan prioritas masalah
dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:
a. tingkat
urgensinya (U), yakni apakah masalah tersebut penting untuk segera diatasi
b. keseriusannya
(S), yakni apakah masalah tersebut cukup parah
c. potensi
perkembangannya (G), yakni apakah masalah tersebut akan segera menjadi besar
dan/atau menjalar
d. kemudahan
mengatasinya (F), yakni apakah masalah tersebut mudah diatasi mengacu kepada
kemampuan keluarga/RT/RW/Kelurahan/Desa/Kecamatan/ Puskesmas.
T = U+S+G+F
Masing-masing
faktor diberi nilai 1–5 berdasarkan skala likert (5=sangat besar, 4=besar,
3=sedang, 2=kecil, 1=sangat kecil), dan nilai total tiap masalah kesehatan
diperoleh dari rumus:
Nilai total (T) digunakan untuk mengurutkan
masalah kesehatan berdasar prioritasnya, sehingga diperoleh:
a.
Masalah kesehatan prioritas untuk masing-masing
keluarga
b.
Masalah kesehatan prioritas untuk masing-masing
desa/kelurahan
c.
Masalah kesehatan prioritas untuk kecamatan
Nilai total tertinggi akan menjadi masalah
utama dalam pemberian intervensi.
Contoh di atas dapat disajikan dalam contoh
penentuan prioritas masalah kesehatan sebagai berikut. Mengacu pada tabel.1,
Semua indikator keluarga sehat dalam keluarga A yang bernilai 0, dapat
ditentukan skala prioritas masalah dengan menggunakan rumus tersebut.
TABEL 1. Contoh penentuan
masalah kesehatan tingkat keluarga
No. |
Indikator |
Nilai Keluarga |
Nilai U |
Nilai S |
Nilai G |
Nilai F |
Nilai Total |
Prioritas |
1. |
Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap |
0 |
4 |
3 |
5 |
5 |
17 |
1 |
2. |
Bayi dipantau pertumbuhannya |
0 |
4 |
3 |
4 |
5 |
16 |
2 |
3. |
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur. |
0 |
4 |
2 |
4 |
4 |
14 |
3 |
4. |
Ada keluarga tidak ada yang merokok. |
0 |
4 |
3 |
4 |
2 |
13 |
4 |
Berdasarkan hasil dari Tabel
2 maka persentase cakupan indikator terkecil yang sebelum-nya menjadi prioritas
masalah dapat berubah urutan prioritasnya dengan menggunakan rumus tersebut.
TABEL 2. Contoh penentuan
masalah tingkat Desa P
No. |
Indikator |
%
cakupan |
Nilai U |
Nilai S |
Nilai G |
Nilai F |
Nilai Total |
Prioritas |
1. |
Penderita hipertensi melakukan pengobatan
secara teratur |
23,3% |
4 |
3 |
5 |
5 |
17 |
2 |
2. |
Penderita TB paru mendapatkan pengobatan
sesuai standar |
0 |
4 |
3 |
4 |
5 |
16 |
2 |
3. |
Bayi mendaptkan ASI eksklusif. |
0 |
4 |
3 |
4 |
2 |
13 |
3 |
Maka
terjadi perubahan atas masalah utama untuk desa P yang sebelumnya hipertensi
yang tidak melakukan pengobatan secara teratur menjadi penderita TB paru
mendapat-kan pengobatan sesuai standar berdasarkan hasil nilai total tertinggi
yaitu 18.
4.
Membuat
rumusan masalah kesehatan,
Rumusan setiap masalah (masalah kesehatan atau
masalah lain) mencakup pernyataan tentang apa masalahnya, siapa yang terkena
masalah, besarnya masalah, di mana terjadinya, dan bilamana terjadinya. Rumusan
masalah dibuat untuk tingkat keluarga, tingkat desa/kelurahan, dan tingkat
kecamatan.
5.
Mencari
penyebab masalah kesehatan,
Akar penyebab setiap masalah kesehatan
prioritas dicari dengan memperhatikan hasil identifikasi masalah dan potensi
(baik dari data keluarga, data umum, maupun data khusus), dengan menggunakan
alat (1) diagram Ishikawa (diagram tulang ikan) atau (2) pohon masalah.
6.
Menetapkan
cara pemecahan masalah,
Penetapan cara untuk memecahkan masing-masing
masalah dengan memperhatikan penyebab dari masing-masing masalah dan
potensi/peluang untuk mengatasi masalah tersebut.
a.
cara memecahkan masalah kesehatan keluarga
adalah melalui kunjungan rumah dalam rangka konseling dan pemberdayaan
keluarga. Konseling dan pember-dayaan keluarga dimaksudkan untuk memecahkan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi keluarga, dengan terlebih dahulu
memanfaatkan potensi yang ada di keluarga tersebut. Hal-hal yang tidak dapat
diselesaikan dalam kunjungan rumah, dirujuk ke UKBM dan/atau Puskesmas.
b.
cara memecahkan masalah kesehatan
RT/RW/kelurahan/desa adalah melalui pengorganisasian masyarakat, yakni dengan
mengembangkan desa/kelurahan/ RW menjadi desa/kelurahan/RW Siaga Aktif.
c.
cara memecahkan masalah kesehatan kecamatan
adalah melalui rapat Tim Manajemen Puskesmas untuk (a) merumuskan alternatif
pemecahan masalah kesehatan, serta (b) memilih dan menetapkan pemecahan masalah
kesehatan yang paling sesuai (misalnya melalui metode pembobotan dan
penilaian).
7.
Memasukkan
pemecahan masalah kesehatan ke dalam Rencana Usulan Kegiatan (RUK),
Langkah ini berupa menuangkan kegiatan-kegiatan
dalam rangka pemecahan masalah kesehatan (masalah kesehatan keluarga,
desa/kelurahan, dan kecamatan) ke dalam bentuk matriks RUK manajemen Puskesmas.
Kegiatan yang akan dilakukan perlu ditetapkan target sasaran dan indikator
kinerja untuk melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian. Target sasaran
dan indikator kinerja dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kegiatan yang dilakukan dengan memper-hatikan berbagai kebijakan yang berlaku,
baik kebijakan daerah (kabupaten/kota dan provinsi), kebijakan nasional, maupun
kesepakatan global.
Penyusunan RUK dilakukan dengan memperhatikan
siklus pelaksanaan manajemen Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan pelaksanaan
Pendekatan Keluarga yang telah disusun akan dibahas selanjutnya pada pembahasan
RUK tahunan Puskesmas. Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas yang telah disusun,
akan disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk pembahasan lebih
lanjut
8.
Menyusun
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Perencanaan kegiatan dalam rangka keluarga
sehat, terintegrasi dalam RUK/RPK Puskesmas.
Rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas disusun
setelah RUK Puskesmas ditetap-kan. Rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas telah
disusun yang selanjutnya akan disusun RPK Puskesmas dengan Pendekatan Keluarga
sesuai dengan format pada pelaksanaan manajemen Puskesmas.
D. PENGUATAN PENGGERAKAN
PELAKSANAAN (P2)
1.
Pelaksanaan
Kunjungan Rumah
a.
Persiapan
Persiapan
terpenting adalah identifikasi masalah keseahatan yang dihadapi setiap keluarga
dan potensi pemecahannya, serta melakukan analisa sampai ditetapkan cara
pemecahan masalah.
b.
Pelaksanaan
Terdapat empat langkah yang perlu dilakukan
dalam pelaksanaan kunjungan rumah yang dapat disingkat menjadi SAJI (Salam,
Ajak Bicara, Jelaskan dan bantu, Ingatkan)
1) Salam
Begitu sampai di rumah yang hendak dikunjungi,
sebaiknya ketuklah pintu dan ucapkan salam
2) Ajak Bicara
Tujuan berkunjung ke rumah keluarga bukanlah
untuk berbicara sendiri, melainkan berdialog atau berdiskusi dengan keluarga.
Pembina Keluarga mulai masuk ke permasalahan yang dihadapi keluarga, ia harus
pandai-pandai meman-cing diskusi dengan mereka.
Pembina Keluarga tidak perlu langsung
menyampaikan masalah yang dihadapi keluarga tersebut menurut versi kita
(misalnya tentang “bayi yang belum mendapat imunisasi lengkap”). Perbincangan
dapat dimulai dengan menanyakan apa masa-lah yang dihadapi keluarga berkaitan
dengan bayinya. Dengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh keluarga,
dengan sesekali bertanya untuk memperjelas atau menggali lebih dalam penjelasan
keluarga.
3) Jelaskan
dan Bantu
c.
2.
Pelaksanaan
Program Kesehatan
3.
Penggerakan
Melalui Lokakarya Mini
No comments:
Post a Comment