BAB III
ISU-ISU STRATEGIS
BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
3.1. Identifikasi
Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi
Beberapa
isu-isu strategis yang dapat dikemukakan setelah dilakukan identifikasi masalah
berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan SKPD Bidang Kesehatan adalah :
Beberapa
isu-isu strategis yang dapat dikemukakan setelah dilakukan identifikasi masalah
berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan SKPD Bidang Kesehatan adalah :
• Angka kematian Ibu (AKI)
Laporan
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2012 menunjukkan
bahwa konversi AKI per 100.000 Kelahiran Hidup selama periode 5 (lima)
tahun (Tahun 2008–2012) mengalami
fluktuasi. Jumlah kasus kematian pada tahun 2008 menjadi 312 kematian atau 332
per 100.000 kelahiran hidup, selanjutnya menurun menjadi 286 kematian pada
tahun 2009 atau 303 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan tahun 2010 mengalami
penurunan lagi menjadi 250 atau 272 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun
2011 menurun lagi menjadi 208 atau 220 per 100.000 KH, dan pada tahun 2012
menurun menjadi 192 atau 200 per 100.000 KH . Selanjutnya Pada Tahun 2013 menurun
lagi menjadi 170 Kasus atau
182/100.000 KH. Berikut ini digambarkan Kasus
Kematian Ibu dan Konversi AKI per 100.000 KH Prov.
• Angka Kematian Bayi (AKB)
Untuk
Provinsi NTT, Angka Kematian Bayi juga menunjukkan penurunan yang cukup
bermakna, yaitu 60 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 (SDKI), menurun
menjadi 59 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2002–2003). Selanjutnya pada tahun
2007 menurun lagi menjadi 57 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007), dan pada
tahun 2012 kembali menurun hingga mencapai 45 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI,
2012). Walaupun angka ini sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan AKB
secara nasional yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup, namun penurunan AKB NTT ini
cukup bermakna.
Berdasarkan
hasil konversi jumlah kasus kematian pada bayi mengalami fluktuasi dari tahun
2008–2012. Pada tahun 2008 sebanyak 1.208 atau 12,8 per 1000 kelahiran hidup.
Selanjutnya mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebanyak 1.240 kematian atau
13,1 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 2010 mengalami penurunan kembali dimana
kematian sebesar 1.159 atau 12,5 per 1000 kelahiran hidup, selanjutnya pada
tahun 2011 sebesar 1.210kematian atau 12,8 per 1000 Kelahiran Hidup.Pada tahun
2012 kasus kematian bayi sebanyak1.450 kematian atau 15,1 per 1000 Kelahiran
Hidup. Pada Tahun 2013 mengalami penurunan yaitu sebesar 1.173 kasus atau
13,2/1.000 KH. Berikut ini adalah gambaran Kasus Kematian Bayi dan Konversi
Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup pada tahun 2008 – 2013 di Provinsi
NTT.
• Angka Kematian Anak Balita (AKABA)
Laporan
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2012, berdasarkan
hasil konversi, selama periode 5 (lima) tahun jumlah kasus kematian balita
mengalami penurunan secara bermakna dari tahun 2008-2012. Pada tahun 2008
sebanyak 409 kematian atau 4,3 per 1.000 kelahiran hidup, pada tahun 2009
menurun menjadi 362 kematian atau 3,8 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010
terjadi peningkatan menjadi 535 kematian atau 5,8 per 1.000 kelahiran hidup,
dan pada tahun 2011kembali meningkat menjadi1.400 atau 14,8 per 1.000 kelahiran
hidup.Pada Tahun 2012 kasus kematian balita terus meningkat menjadi1.714 atau
17,9 per 1.000 KH. Selanjutnya Pada Tahun 2013 terjadi penurunan Kematian Anak
Balita secara signifikan menjadi 185 Kasus atau 2,7/1.000 KH.
·
Masalah Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Masalah
gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis
dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang
erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga
menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku
yang kurang mendukung
pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan
hidup yang merupakan
salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development
Index (HDI).
Secara
umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi
makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi
makro umumnya disertai
dengan kekurangan zat gizi mikro.
Data
menunjukkan di Provinsi NTT bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 20,4% (SDKI 2007) menjadi
13,0% (Riskesdas 2010) dan kondisi tersebut diikuti dengan penurunan prevalensi
gizi buruk 9,0% (SDKI 2007) menjadi 4,9% (Riskesdas 2010).
Gizi buruk adalah satu kondisi dimana seseorang
dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya
berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi
yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat
dan kalori. Di Indonesia kasus KEP (Kurang Energi
Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
-
Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi
unsurgizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
-
Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa
fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi burukyaitu:
-
Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan
terjangkau oleh masyarakat
-
Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan
pengasuhan asuh anak
-
Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Untuk
KEP yang ringan dan sedang/Gizi Kurang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus.
Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga
tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Prevalensi
Masalah GiziBuruk danKurang diukur dengan membandingkan berat badan menurut
umur. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2011 pada kelompok
balita gizi kurang yang dilaporkan sebesar 10,1% dan pada tahun 2012 sebesar
12,6%. Sedangkan prevalensi gizi buruk tahun 2011 sebesar 1,2% dan pada tahun
2012 sebesar 1,4%.
Percepatan
peningkatan status gizi perlu segera dilakukan karena masalah gizi kurang/buruk
masih cukup banyak. Upaya perbaikan ekonomi, perubahan perilaku penduduk,
memerlukan upaya yang terkoordinasi dan terintegrasi secara baik.
Status
gizi seseorang terkait dengan permasalahan kesehatan secara umum disamping
merupakan faktor predisposisi yang dapat memperberat penyakit infeksi secara
langsung juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan secara
individual. Bahkan status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan bayi
yang sedang menyusui sangat dipengaruhi status gizi ibu hamil dan ibu
menyusui.
Status
gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain Bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita
usia subur ; Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia gizi besi pada ibu dan pekerja
wanita, dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
• Pengendalian Penyakit Yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
Upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit Polio di Provinsi NTT telah melaksanakan program
Eradikasi Polio (Erapo) yang terdiri dari pemberian imunisasi Polio secara
rutin dan Surveilans Acute Flaccid
Paralysis (S-AFP). Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota
se-Provinsi NTT tahun 2012, menunjukkan bahwa cakupan imunisasi Polio-3 pada
bayi pada tahun 2012 sebesar 97,5%, sedangkan pada tahun 2011 sebesar 74,6 %,
berarti pada tahun 2012 terjadi peningkatan cakupan imunisasi Polio-4.
Kabupaten/kota dengan cakupan Imunisasi Polio ≥ 100% ada 9 Kabupaten/Kota yakni Kota Kupang
(102,9%), Kabupaten Flores Timur (196,8%), Sabu Raijua (184,4%), Sumba Timur
(119,9%), Kupang (115,5%), TTU (114,8%), Belu (106,1%), Manggarai (104,7%) dan
Sikka (100,9%).Cakupan Imunisasi Polio dengan melihat pada gambar 3.1 di bawah
ini.
GAMBAR 3.1
CAKUPAN IMUNISASI POLIO-3 MENURUT KABUPATEN
KOTA
DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012
Sumber : Profil
Kabupaten/Kota Tahun 2012
Upaya lain untuk pencegahan dan pemberantasan
penyakit Polio adalah kegiatan surveilans di Provinsi
• Pengendalian TB-Paru
Upaya
pencegahan dan pemberantasan TB-Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observe Treatment Shortcource)
atau pengobatan TB-Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak
pada suspek di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan pemberian
paket pengobatan. Upaya pemberantasan penderita TB selama tahun 2008-2012
terlihat pada Gambar 3.2 berikut ini.
GAMBAR 3.2
JUMLAH PENDERITA TB BTA+, DIOBATI DAN PENDERITA
SEMBUH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2008 – 2012
Sumber :
Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Gambar di atas menunjukkanbahwa pelaksanaan pemberantasan penyakit TB
dari tahun 2008-2012 menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2008 penderita BTA (+)
sebesar 3.178 penderita, yang diobati sebesar 2.995 penderita dan yang sembuh
1.920 penderita, pada tahun 2009 penderita BTA (+) mengalami penurunan menjadi
3.006 penderita, yang diobati sebanyak 3.419 dan yang mengalami kesembuhan
sebanyak 2.346 penderita. Pada tahun 2010 dari 3.708 penderita BTA (+), yang
diobati sebanyak 3.222 penderita dan mengalami kesembuhan sebanyak 2.277 penderita.
Sedangkan pada tahun 2012 jumlah penderita BTA (+) naik menjadi 3.961 orang,
ini menurun jika dibandingkan pada tahun 2011. Sedangkan yang diobati sebanyak
4.295 penderita dan sembuh sebesar 2.806 penderita.
• Pengendalian
Penyakit ISPA
Upaya dalam rangka
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) lebih
difokuskan pada upaya penemuan secara dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan
tepat terhadap penderita Pneumonia Balita yang ditemukan. Upaya ini
dikembangkan melalui suatu manajemen terpadu dalam penanganan balita sakit yang
datang ke unit pelayanan kesehatan atau lebih dikenal dengan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS). Dengan pendekatan MTBS semua penderita ISPA langsung
ditangani di unit yang menemukan penderita tersebut.
Laporan Profil
Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT cakupan pneumonia pada balita yang
ditangani pada tahun 2012 adalah sebesar 19,2% dibanding dengan tahun 2011
sebesar 14,5%, berarti ada peningkatan. Persentase penemuan dan pengobatan
kasus Pneumonia pada balita tahun 2012 per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada
lampiran Tabel 13 profil kesehatan dan trend 2008-2012 pada Gambar 3.3 berikut
ini.
GAMBAR 3.3
PERSENTASE,
JUMLAH PENEMUAN DAN PENANGANAN (PENGOBATAN)
KASUS PNEUMONIA PADA BALITA DI PROVINSI
NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2008 – 2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Berdasarkan gambar tersebut di atas, jumlah
balita yang ditangani selama tahun 2008-2012 mengalami fluktuasi penurunan
yakni dari 100% pada tahun 2008 menjadi 99,5% pada tahun 2009. Menurun lagi
menjadi 75,9% pada tahun 2010, dan 14,5% pada tahun 2011. Lalu pada tahun 2012 meningkat menjadi 19,2%.
• Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS dan PMS
Hasil
Riskesdas tahun 2010 secara nasional menunjukkkan bahwa persentase penduduk
yang mempunyai persepsi benar bahwa seseorang tidak dapat tertular HIV karena
makanan yang disiapkan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebesar 32,9% dan yang
mempunyai persepsi benar bahwa seseorang tidak dapat tertular HIV melalui
gigitan nyamuk 23,5%. Sedangkan penduduk yang mengetahui cara pencegahan yang
benar bahwa HIV dapat dicegah dengan berhubungan seksual hanya dengan satu
pasangan tetap yang tidak beresiko sebesar 49,4%, bahwa HIV dapat dicegah
dengan berhubungan seksual suami/istri saja sebesar 50,3%, bahwa HIV dapat
dicegah dengan menggunakan kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan
beresiko sebesar 41,9%. Selanjutnya 44,9% penduduk mengetahui bahwa HIV dapat
dicegah dengan menggunakan jarum suntik bersama dan 21,8% mengetahui bahwa HIV
tidak dapat dicegah dengan melakukan sunat/sirkumsisi.
Upaya
pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS disamping
ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya
pencegahan melalui penemuan penderita secara dini dan dilanjutkan dengan
kegiatan konseling. Sedangkan upaya penemuan penderita dilakukan melalui
skrining HIV/AIDS terhadap darah donor dan upaya pemantauan dan pengobatan
penderita penyakit menular seksual (PMS). Penyakit menular seksual termasuk
HIV/AIDS sudah menjadi masalah kesehatan di provinsi NTT, terlihat adanya
kecenderungan penambahan kasus.
Upaya-upaya
yang telah dilakukan dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS ini antara lain :
sasaran penanggulangan adalah kelompok umur seksual aktif 15-45 tahun dan
mencakup kelompok perilaku resiko tinggi dan rendah di daerah dengan prevalensi
penyakit menular seksual yang tinggi; Upaya pencegahan dengan melakukan uji
saring darah donor, promosi kondom, penerapan kewaspadaan universal, pencegahan
penularan vertikal dan pencegahan penularan pada penyalahgunaan obat;
Surveilans dilaksanakan melalui sentinel setahun dan sulveilans ad hoc
dilaksanakan 2 kali setahun; KIE diarahkan pada kelompok resiko tinggi dan
masyarakat umum yang dilaksanakan dengan metode yang tepat dan efektif yaitu
lewat mimbar-mimbar dan lembaga keagamaan; Peningkatan koordinasi lintas program
dan sektor dalam naungan KPAD Provinsi; Peningkatan pendidikan dan pelatihan
bagi tenaga kesehatan dan masyarakat.
• Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam
Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat
ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul
sebagai KLB dan menimbulkan kepanikan di masyarakat karena menyebar sangat
cepat dan dapat menyebabkan kematian. Penyebab DBD adalah virus dengue yang
ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti. Upaya
pemberantasan DBD dititikberatkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk
dapat berperan serta dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M
plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Menabur larvasida), penyebaran ikan pada
tempat penampungan air serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat
mencegah/memberantas nyamuk Aedes aegypti
berkembang biak, juru pemantauan
jentik (Jumantik) untuk memantau Angka Bebas Jentik (ABJ), serta pengenalan
gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga.
Laporan
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2012 sebesar 1.542 kasus,
sedangkan pada tahun 2011 sebesar 424 kasus, hal ini menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan kasus pada tahun 2012. Rincian jumlah kasus DBD pada tahun 2012
dapat dilihat pada lampiran Tabel 23profil kesehatan dan Gambar 3.4 di bawah
ini.
GAMBAR
3.4
JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) MENURUT
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012
Sumber
: Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Gambar
tersebut di atas menunjukkan bahwa penyumbang penderita DBD tertinggi di
Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2012 adalah Kota Kupang sebesar 890
penderita, Sikka sebesar 136 penderita, Ngada sebesar 117 penderita dan Sumba
Timur sebesar 111 penderita.
• Pengendalian Penyakit Kusta
Upaya
pelayanan terhadap penderita penyakit Kusta antara lain melakukan penemuan
penderita melalui berbagai survei anak sekolah, survei kontak dan pemeriksaan
intensif penderita yang datang ke sarana kesehatan dengan keluhan atau kontak dengan penderita penyakit Kusta.
Pada
penderita kusta yang ditemukan, diberikan pengobatan paket MDT (Multi Drag Therapy Pausi Basiler (RFT PB)
selama 6-9 Bulan maupun Multi Drag
Therapy Multi Basiler (MDT MB) selama 12-15 bulan berupa Rifampicin dan Lampren. Hasil pengumpulan data Profil
Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT pada tahun 2012 dilaporkan bahwa
jumlah penderita kusta (baik PB dan MB) sebanyak 537 orang, sedangkan tahun
2011 sebanyak 155 orang, berarti ada peningkatan kasus pada tahun 2012. Prevalensi
penderita kusta pada tahun 2012 sebesar 1,10 per 10.000 orang.
• Pengendalian Penyakit Filaria
Filariasis
adalah penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan oleh cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat
kronis dan bila tidak mendapat pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki. Penyakit ini dapat mengakibatkan penderita tidak dapat bekerja
secara optimal, bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi
beban keluarga, masyarakat dan negara.
Laporan
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2011 penderita penyakit
filariasis sebanyak 4.684 kasus, sedangkan tahun 2012 jumlah penderita penyakit
filariasis sebanyak 501 kasus, ini berarti terjadi penurunan kasus. Dengan
jumlah kasus tertinggi adalah Kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 313 penderita
dan Kab. Rote Ndao sebanyak 94 penderita.
• Akses Terhadap Air Bersih
Air
bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam
kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk
keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih
yang terus menerus diupayakan pemerintah. Oleh karena itu, salah satu indikator
penting untuk mengukur derajat kesehatan adalah ketersediaan sumber air bersih
rumah tangga.
Sumber
air bersih yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut Air Kemasan, Air Isi
Ulang, Ledeng (meteran dan eceran), Sumur Pompa Tangan (SPT), Sumur
Terlindungi, Mata Air Terlindungi, Air Hujan,Sumur Tak Terlindungi, Mata Air
Tak terlindungi, Air Sungai dan lainnya. Dari beberapa jenis sumber air bersih
tersebut diketahui bahwa persentase keluarga yang sumber air minumnya
terlindungi adalah Hanya sebesar 42,1%. Rincian data yang diperoleh dari Profil
Kesehatan Kabupaten/Kota se - Provinsi NTT
tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1
•
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit menular berpotensi
KLB/wabah disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini menyerang
sebagian besar anak usia < 15 tahun,
namun dapat juga menyerang orang dewasa.
Pada
tahun 2012 ditemukan kasus DBD sebanyak 1.542
kasus, dengan kasus tertinggi bahkan dinyatakan KLB oleh walikota yakni di Kota
Kupang jumlah kasus sebanyak 890 kasus, kematian sebanyak 13 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,8%,
dan Angka kematian tertinggi di Kota Kupang yaitu sebanyak 8 orang (CFR 0,9%),
menyusul Kab. Belu 3 orang meninggal, Kab. Ngada dan Sumba Timur masing-masing
1 orang meninggal.
•
Diare
Diare
adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain
dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita Diare bila buang
air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tetapi tidak
berdarah dalam waktu 24 jam.
Berdasarkan
laporan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012, terdapat 2 (dua) Kabupaten
yang mengalami KLB yakni Kab. Rote Ndao dan Manggarai. Total penduduk terancam
sebanyak 1.328 orang, total penderita 26 orang dengan jumlah kematian 1 orang
dan CFR 3,85%.
• Pengendalian Penyakit Malaria
Hasil
Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa Provinsi NTT merupakan Provinsi dengan
Kasus Baru Malaria tertinggi dalam satu tahun terakhir yakni sebesar 117,50/00.
Berdasarkan data pengumpulan data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi
NTT menunjukkan bahwa pada tahun 2012 jumlah penderita malaria sebanyak 114.321
orang, sedangkan pada tahun 2011 sebesar 118.494, hal ini menunjukkan bahwa ada
penurunan penderita malaria pada tahun 2012.
GAMBAR 3.5
JUMLAH KASUS MALARIA MENURUT KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012
Sumber :
Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Gambar 3.5 di atas menunjukkan bahwa penderita malaria yang tertinggi
pada tahun 2012 adalah Kabupaten Lembata sebanyak 22.083 orang, Kabupaten Sikka
sebanyak 12.272 orang, Belu sebanyak 11.646dan Alor sebanyak 11.370 orang.
Penyakit
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di
Provinsi NTT, dimana penyakit ini masih menjadi penyebab kematian bagi bayi,
balita dan ibu hamil serta dapat menurunkan produktifitas tenaga kerja.
Penyakit ini juga salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya
menjadi komitment global dalam Millenium
Development Goals (MDGs).
Malaria
disebabkan oleh parasit Plamodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel
darah marah manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina. Hampir 90% desa di Provinsi NTT hampir 100% desa
endemis malaria. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa
terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan
komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan
sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap
kebiasaan hidup sehat.
Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
telah menetapkan Stratifikasi endemisitas malaria berdasarkan Annual Parasite Incidence (API) suatu
wilayah di Indonesia menjadi 4 (empat) strata yaitu :Endemis Tinggi bila API
> 5 per 1000 penduduk
- Endemis Sedang
bila API 1 -5 per 1000 penduduk
- Endemis Rendah bila API 0 - 1 per 1000 penduduk
- Non Endemis
bila tidak ada penularan malaria
Sejak
tahun 2010 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan telah menggunakan Indikator API di seluruh Provinsi di
Indonesia. Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, API per 1000
penduduk mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2008 API Provinsi NTT
sebesar 33 per 1000 penduduk, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 28
per 1000 penduduk. Pada tahun 2010 naik sedikit menjadi 30 per 1000 penduduk, pada
tahun 2011 kembali menurun menjadi 25 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2012
menurun lagi menjadi 23 per 1000 penduduk. menampilkan gambaran API menurut Kabupaten
Kota Tahun 2008 - 2012.
GAMBAR 3.6
ANNUAL
PARASITE INCIDENCE (API) PER 1000 PENDUDUK
MENURUT
KAB/KOTA SE PROVINSI NTT TAHUN 2008 – 2012
Sumber : Profil
Kabupaten/Kota Tahun 2012
Laporan
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2012 Annual Parasit Incidence (API) mengalami penurunan
dibandingtahun2011 yaitu sebesar 2 per 1000 penduduk. Angka ini sangat bermakna
karena diikuti dengan intensifikasi upaya pengendalian malaria yang salah satu
hasilnya adalah peningkatan cakupan pemeriksaan sediaan darah (konfirmasi
laboratorium). Tingginya cakupan pemeriksaan sediaan darah di laboratorium
tersebut merupakan pelaksanaan kebijakan nasional pengendalian malaria dalam
mencapai eliminasi malaria, yaitu semua kasus malaria klinis harus dikonfirmasi
dengan laboratorium. Tahun 2012 kasus malaria positif tertinggi di Kabupaten
Lembata sebanyak 22.083 kasus, sedangkan kasus terendah di Kota Kupang sebanyak
284 kasus.
•
Filariasis
Penyakit
Filariasis adalahpenyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing Filaris,
yang terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu Wucherria
bancrofti, Brugaria malayi dan Brugaria timori. Penyakit ini menginfeksi
jaringan limfe (getah bening). Filaria menular melalui gigitan nyamuk yang
mengandung cacing Filaria dalam tubuhnya. Di dalam tubuh manusia cacing
tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga
menyebabkan pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital.
Pada
tahun 2012 ditemukan kasus baru Filariasis di Provinsi NTT sebesar 414 kasus,
dimana kasus yang tertinggi ditemukan di Kabupaten Sumba Barat Daya yaitu
sebesar 313 kasus.
•
Akses dan keterjangkauan terhadap fasilitas
kesehatan yang belum memadai :
Puskesmas
adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan
kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Jumlah Puskesmas yang terdata
sampai akhir 2012 sebanyak 348 unit dengan rincian jumlah puskesmas Perawatan
160 unit dan puskesmas Non Perawatan 188 unit.
Salah
satu indikator yang digunakan untuk mengetahui keterjangkauan penduduk terhadap
puskesmas adalah rasio puskesmas per 100.000 penduduk. Pada rentang waktu tahun
2008 sampai 2012, jumlah puskesmas rawat jalan dan rawat inap mengalami
peningkatan yang berarti.Pada tahun 2008 sebesar 6.4, tahun 2009 sebesar 6.5,
pada tahun 2010 meningkat menjadi 6.6, pada tahun 2011 terus meningkat menjadi
7.1 dan pada tahun 2012 ratio puskesmas tetap yakni 7.1.
Jumlah
dan ratio Puskesmas terhadap 100.000 penduduk pada tahun 2008 - 2012 disajikan
pada Gambar 3.7
GAMBAR 3.7
JUMLAH PUSKESMAS DAN RATIONYA TERHADAP 100.000 PENDUDUK
DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2008 – 2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas, beberapa Puskesmas non
perawatan ditingkatkan statusnya menjadi Puskesmas perawatan.Lokasi Puskesmas
perawatan ini ditempatkan di daerah yang jauh dari rumah sakit, di jalur-jalur
jalan raya yang rawan kecelakaan, serta di wilayah atau pulau-pulau yang
terpencil.Perkembangan jumlah Puskesmas perawatan dari tahun 2008–2012 mengalami peningkatan yaitu pada
tahun 2008 sebanyak 110 unit, tahun 2009 meningkat menjadi 112 unit, tahun 2010
menjadi 127 unit, tahun 2011 meningkat terus menjadi 140 unit dan pada tahun
2012 menjadi 160unit.Perkembangan jumlah Puskesmas Perawatan dan Puskesmas Non
Perawatan pada tahun 2008 – 2012 disajikan pada Gambar 3.8 berikut ini.
GAMBAR 3.8
JUMLAH PUSKESMAS PERAWATAN DAN PUSKESMAS NON
PERAWATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2008 – 2012
Sumber :
Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Untuk
meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di wilayah
kerjanya, puskesmas dibantu dengan sarana pelayanan kesehatan berupa Puskesmas
Pembantu (Pustu). Pustu sebagai unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil pada tahun 2008
berjumlah 1.043 unit mengalami peningkatan menjadi 1.115 di tahun 2009, pada
tahun 2010 menurun menjadi 1.054, pada tahun 2011 kembali menurun menjadi 1.050
unit dan pada tahun 2012 menjadi 1.045 unit. Rincian jumlah pustu dan rasio
terhadap 100.000 penduduk disajikan pada
gambar 3.9.
GAMBAR 3.9
JUMLAH PUSKESMAS PEMBANTU DAN RATIONYA
TERHADAP 100.000 PENDUDUK DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2008 –
2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Berdasarkan
keseluruhan jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) di Provinsi NTT, pada
tahun 2012 sebanyak 348 sarana, jumlah sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas)
terbanyak terdapat di KabupatenTTS (28 sarana) dan Belu (26 sarana),dan
Kabupaten yang paling sedikit jumlahnya yaitu di Kabupaten Sabu Raijua yaitu 6
unit Puskesmas. Pada tahun 2012 jumlah Puskesmas
Perawatan semakin meningkat dibandingkan dengan tahun lalu adalah merupakan
salah satu upaya untuk mendukung Revolusi KIA yang dicanangkan pada tahun 2010
yaitu menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai agar ibu hamil dapat
melahirkan selamat.
Penurunan
jumlah Puskesmas Pembantu (Pustu) dari tahun 2010 sampai 2012 dikarenakan
beberapa faktor diantaranya terjadinya penambahan jumlah penduduk dan pemekaran
wilayah sehingga status Pustu dinaikkan menjadi Puskesmas.Untuk tahun
2012,Kabupaten dengan jumlah Pustu terbanyak yaitu Kabupaten Kupang yakni 151
sarana dan paling sedikit di Kabupaten Sumba Barat sebanyak 11 sarana.
• Rumah Sakit
Rumah
sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang bergerak di bidang
kuratif dan rehabilitatif, dan juga sebagai sarana pelayanan kesehatan
rujukan.Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan, jumlah rumah sakit (umum dan khusus) dari tahun 2009 - 2012
mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 rumah sakit umum sebanyak 31 buah dan
rumah sakit khusus 1 buah, tahun 2010rumah sakit umum sebanyak 33 buah dan
rumah sakit khusus 3 buah, pada tahun 2011 jumlah rumah sakit umum bertambah
menjadi 36 buah dan rumah sakit khusus 4 buah, dan pada tahun 2013 jumlah rumah
sakit umum menjadi 37 buah dan rumah sakit khusus 4 buah. Rumah sakit tersebut
dikelola oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, TNI/POLRI, dan swasta.
Untuk mengetahui jumlah rumah sakit umum dan khusus berdasarkan kepemilikannya
pada periode tahun 2012 dapat dilihat pada lampiran Tabel 70. Kemampuan
Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dilihat dari jumlah
dan rasio tempat tidur rumah sakit terhadap jumlah penduduk. Jumlah tempat
tidur rumah sakit umum milik pemerintah dan rumah sakit umum milik swastapada
kurun 3 tahun terakhir dari tahun 2008 - 2010 mengalami peningkatan. Pada tahun
2011 jumlah tempat tidur rumah sakit umum mengalami peningkatan, sedangkan
jumlah tempat tidur rumah sakit swasta mengalami penurunan disebabkan beberapa
rumah sakit swasta tidak melaporkan data mengenai jumlah tempat tidur. Dan pada
tahun 2012 jumlah tempat tidur rumah sakit umum sebanyak 1.868 dan jumlah
tempat tidur rumah sakit swasta sebanyak 894 buah. Gambaran peningkatan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 3.10.
GAMBAR 3.10
PERKEMBANGAN JUMLAH TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT
DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2008 –
2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota
Tahun 2012
Ratio tempat
tidur rumah sakit per 100.000 penduduk dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan
tempat tidur baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. Selama
tahun 2008 – 2012, ratio tempat tidur rumah sakit relatif berubah dimana pada
tahun 2008 sebesar 55.6, namun mengalami sedikit penurunan pada tahun 2009
yakni sebesar 53.6, tahun 2010 meningkat menjadi 59.6, pada tahun 2011 kembali
mengalami penurunan menjadi 44.9, dan pada tahun 2012 kembali meningkat menjadi
56.4. Gambar 3.11 menyajikan jumlah tempat tidur dan rasio tempat tidur per
100.000 penduduk pada tahun 2008 – 2012.
GAMBAR 3.11
JUMLAH TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT DAN RATIONYA
PER 100.000 PENDUDUK, DI PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR
TAHUN 2008 – 2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
•
Adapun mutu pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan masih rendah
Untuk melihat mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dapat dilihat dalam rincian table 3.2 berikut
ini.
Tabel 3.2
Akses dan
keterjangkauan perbekalan kesehatan (obat, vaksin, peralatan dan perbekalan
kesehatan lainnya) pemenuhan penyediaannya belum optimal dapat dilihat melalui:
•
Sarana Distribusi Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
Jumlah distribusi sediaan farmasi dan alat
kesehatan merupakan salah satu indikator penting untuk menggambarkan
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan.Pada Gambar 3.12 disajikan jumlah
sarana distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut jenis dari tahun
2008 – 2012.
GAMBAR 3.12
JUMLAH SARANA DISTRIBUSI SEDIAAN FARMASI DAN
ALAT
KESEHATAN MENURUT JENIS
DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2008-2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Pengembangan Promosi
untuk ber perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
dan Peran Serta
Masyarakat (PSM) dalam pembangunan kesehatan belum
optimal , hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
• Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
Pengembangan
Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat merupakan salah satu langkah dalam
upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang melibatkan potensi
masyarakat didalamnya. Upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM) di antaranya adalah Posyandu, Polindes (Pondok
Bersalin Desa), Toga (Tanaman Obat Keluarga), Poskesdes (Pos Kesehatan Desa),
Desa Siaga, POD (Pos Obat Desa), Pos UKK (Pos Upaya Kesehatan Kerja) dan
sebagainya.
Posyandu,
merupakan salah satu bentuk UKBM yang telah lama dikembangkan dan paling
dikenal di masyarakat.Dalam menjalankan fungsinya di masyarakat, Posyandu
diharapkan dapat menyelenggarakan 5 program prioritas, yaitu kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan
diare.Untuk memantau perkembangan dan penilaian kinerjanya, Posyandu
diklasifikasikan menjadi 4 strata yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya,
Posyandu Purnama dan Posyandu Mandiri.Pada tahun 2012 terdapat 9.329 Posyandu
terdiri dari Posyandu Mandiri sebanyak
409 buah (4,4%) danPosyandu Purnama sebanyak 3.845 buah (41,2%). Perkembangan
Posyandu menurut strata dalam periode tahun 2008-2012 disajikan pada Gambar
3.13.
GAMBAR 3.13
JUMLAH POSYANDU MENURUT STRATA
DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN
2008 - 2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
• Pos Kesehatan Desa
Poskesdes
merupakan salah satu indikator suatu desa disebut desa siaga. Poskesdes
merupakan salah satu upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat
desa. Kegiatan utama poskesdes yaitu pengamatan dan kewaspadaan dini
(surveilans perilaku berisiko, lingkungan dan masalah kesehatan lainnya),
penanganan kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta
pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan di Poskesdes juga mencakup
pertolongan persalinan dan pelayanan KIA. Tenaga poskesdes minimal 1 (satu)
orang bidan dan 2 (dua) orang kader. Jumlah poskesdes pada tahun 2010 sebanyak
485 unit, pada tahun 2011 berjumlah 364 unit dan pada tahun 2012 meningkat
menjadi 594 unit.
• Desa Siaga
Desa
siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk
mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri.
Menindaklanjuti Kepmenkes RI Nomor : 1529/Menkes/SK/X/2010, desa siaga
dikembangkan menjadi desa siaga aktif. Desa Siaga Aktif adalah pembentukan
bentuk pengembangan dari desa siaga yang penduduknya dapat mengakses dengan
mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah
tersebut seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Pusat Kesehatan
Masyarakat Pembantu (Pustu) atau sarana kesehatan lainnya, dan atau penduduknya
mengembangkan UKBM dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (meliputi
pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku),
kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan
sehingga masyarakat menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jumlah
desa siaga pada tahun 2010 sebanyak 917 desa, pada tahun 2011 meningkat menjadi
1.138 desa dan pada tahun 2012 sebanyak 1.233 desa.KabupatenFlores
Timurmemiliki jumlah desa siaga terbanyak (209 desa siaga) sedangkan terendah
di kabupatenTTS (21 desa), adapun Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sabu Raijua
tidak melaporkan jumlah desa siaga.
•
Ketersediaan Tenaga Kesehatan
Ketersediaan
Tenaga Kesehatan tidak saja berasal dari pihak pemerintah tetapi juga mendapat
sumbangan dari pihak swasta.Penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan jenjang
Diploma yang berada dibawah binaan Kementerian Kesehatan dan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan adalah Politeknik Kesehatan dan Non Poltekkes (milik
Swasta, TNI/POLRI dan Pemda). Program Pendidikan D-III tenaga kesehatan dan
program studi (Prodi) berkembang pesat terutama dari sektor swasta karena
semakin banyak diminati oleh masyarakat. Pada tahun 2008 – 2012, data tenaga
kesehatan yang dihasilkan dari pendidikan yang disediakan pemerintah dan swasta
mengalami peningkatan yang memuaskan sehingga jumlah tenaga kesehatan yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan relatif mengalami peningkatan yaitu dari
10.529 orang pada tahun 2008, meningkat menjadi 10.833 orang pada tahun 2009,
tahun 2010 meningkat menjadi 13.496 orang, pada tahun 2011 meningkat menjadi
14.253 orang dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 14.863 orang.
Jumlah
14.863 orang tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan di
kabupaten/kota dan provinsi pada tahun 2012 terdiri dari Tenaga Keperawatan
yang meliputi tenaga Perawat sebanyak 6.551orang, tenaga Bidan sebanyak 3.798
orang, sedangkan tenaga Medis (dokter umum dan dokter gigi) sebanyak 1.077
orang,tenaga Farmasi sebanyak 777 orang,tenaga Gizi sebanyak 526 orang,tenaga
Teknisi Medis sebanyak 578 orang,tenaga Sanitasi sebanyak 685 orang, tenaga
Kesehatan Masyarakat sebanyak 787 orang dan tenaga fisioterapis sebanyak 84
orang. Lampiran tabel 74 sampai 78 menyajikan rincian tenaga kesehatan yang
bekerja di sarana pelayanan kesehatan di kabupaten/kota dan provinsi pada tahun
2012. Untuk rincian jenis tenaga kesehatan dengan perhitungan ratio per 100.000
penduduk menurut jenis tenaga kesehatan, menunjukkan bahwa ratio jenis tenaga kesehatan
per 100.000 penduduk yang terbanyak adalah tenaga keperawatan 127 per 100.000
penduduk dan terendah pada jenis tenaga kesehatan Keterapian Fisik 2 per
100.000 penduduk. Pada tabel ini juga dapat dilihat bahwa ratio Dokter
Spesialis dan Dokter Gigi masih sangat rendah yakni 3 per 100.000, keadaan ini
diharapkan akan meningkat sejalan dengan berbagai kebijakan tetang ketenagaan
baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk menambah jumlah tenaga kesehatan
terutama Dokter Umum, Dokter Spesialis dan Dokter Gigi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
Mengenai Persebaran
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan belum terdata dengan baik .
Pada
tahun 2012, jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan latar belakang pendidikan
kesehatan yang bertugas di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berjumlah 1.192
orang. Jumlah tersebut didapat dari tenaga Perawat dan Bidan sebesar 536 orang,
tenaga Kesehatan Masyarakat sebesar 290 orang, tenaga Farmasi 124 orang,
Sanitarian 92 orang, tenaga Gizi 61 orang, tenaga Medis 57 orang dan tenaga
Teknisi Medis 32 orang. Untuk Dinas Kesehatan Provinsi, jumlah PNS dengan latar
belakang pendidikan kesehatan sebanyak 95 orang. Jumlah tersebut berasal dari
tenaga dokter 5 orang, dokter gigi 3 orang, Tenaga Kesehatan Masyarakat 51
orang, Perawat 13 orang, tenaga Farmasi 7 orang, tenaga Gizi 5 orang dan Tenaga
Sanitarian 11 orang.
Jumlah
PNS dengan latar belakang pendidikan kesehatan yang bertugas di Rumah Sakit
yang tersebar 22 kabupaten/kota di Provinsi NTT sebanyak 3.870 orang. Tenaga Perawat
menduduki urutan pertama dan terbanyak yaitu
2.013 orang, Tenaga Bidan 590 orang, Tenaga Medis 441 orang, tenaga Teknisi
Medis 244 orang, tenaga Farmasi 250 orang, tenaga Gizi 108 orang, tenaga
Kesehatan Masyarakat 106 orang, Sanitarian 58 orang dan tenaga Fisioterapi
sebanyak 60 orang
Puskesmas
merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat, kinerjanya sangat
dipengaruhi ketersediaan sumber daya manusia yang ada terutama ketersediaan
tenaga kesehatan. Pada tahun 2012 terdapat 9.628 orang PNS dengan latar
belakang pendidikan kesehatan yang bertugas di Puskesmas yang tersebar di 21
Kabupaten/Kota, dengan rincian tenaga Perawat dan Bidan sebesar 7.146 orang,
tenaga medis 574 orang, Sanitarian 525 orang, tenaga Farmasi 380 orang, tenaga
Gizi 343 orang, tenaga Teknisi Medis 290 orang, Tenaga Fisioterapi 21 orang dan
tenaga Kesehatan Masyarakat sebanyak 349 orang
·
Kualitas manajemen,sistem informasi dan
regulasi bidang kesehatan
Masih
perlunya ditingkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pembangunan
kesehatan dengan prinsip tatalaksana pemerintahan yang baik secara eksternal
maupun internal
Hal
ini untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan penyelenggaraan serta
pengawasan pembangunan di bidang kesehatan, tersedianya sistem informasi
kesehatan yang terintegrasi yaitu Sistem Informasi Kesehatan Daerah, serta
penguatan implementasi perundang – undangan bidang kesehatan
Masih
kurangnya di manfaatkan hasil penelitian dan teknologi di bidang kesehatan sebagai dasar perumusan
kebijakan dan program kesehatan serta perlunya dikembangakan jumlah
• Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan
kesehatan adalah salah satu komponen sumber daya yang diperlukan dalam
menjalankan pembangunan kesehatan. Untuk mendukung pembangunan bidang kesehatan
di Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tahun 2012 terdapat berbagai sumber
pembiayaan kesehatan seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pinjaman/Hibah Luar Negeri
(PHLN) dan Sumber Pemerintah Lain dengan total anggaran sebesar Rp.
1.173.568.821.190,-.Alokasi anggaran kesehatan bersumber APBD Kabupaten/Kota
tahun 2012 sebesar Rp. 855.133.295.927,-atau 72,9% dari total anggaran
kesehatan; sementara persentase APBD Kesehatan terhadap APBD Kabupaten/Kota
sebesar 39,0%. Untuk Alokasi angggaran kesehatan bersumber APBD Provinsi
sebesar Rp. 241.030.000,- atau 0,02% dari total anggaran kesehatan; kemudian
untuk Alokasi angggaran kesehatan bersumber APBN ke Kabupaten/Kota se-Provinsi
NTT tahun 2012 sebesar Rp.
294.337.469.864,-atau 25,1% dari total anggaran kesehatan. Untuk alokasi
angggaran kesehatan bersumber Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) sebesar Rp.
23.501.754.799,- atau 2,0% dari total anggaran kesehatan dan alokasi angggaran
kesehatan bersumber Pemerintah Lain sebesar Rp. 355.270.600 atau 0,03% dari
total anggaran kesehatan.
Besaran
anggaran pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi NTT tahun 2012 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Provinsi NTT sebesar Rp. 42.897.928.991,- dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp. 46.874.404.000,-. Alokasi dan realisasi
pelaksanaan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi NTT tahun 2012 disajikan pada
Tabel 3.3 di bawah ini.
TABEL 3.3
ALOKASI DAN REALISASI PELAKSANAAN ANGGARAN
DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2012
NO |
SUMBER DANA |
ALOKASI |
REALISASI |
% |
1 |
APBD Dinkes Provinsi NTT : |
42.897.928.991, |
40.875.456.265,- |
95,29 |
|
-
Belanja Tidak Langsung |
17.138.283.000, |
15.874.029.571,- |
92,62 |
|
-
Belanja Langsung |
25.759.645.991, |
25.001.426.694,- |
97,06 |
2 |
APBN (Dana Dekonsentrasi) |
46.874.404.000, |
44.244.688.221,- |
94,39 |
T O T A L |
89.772.332.991 |
85.120.144.486,- |
94,82 |
Sumber : Subag. Program Data dan Evaluasi Sekretariat Dinas Kesehatan Provinsi
NTT Tahun 2012
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk bidang kesehatan Provinsi NTT
tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Dinas Kesehatan Provinsi NTT tahun 2012. Dalam DPA SKPD tahun 2012,
jenis pembiayaan dibagi menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung.
Belanja Tidak Langsung untuk membiayai gaji pokok PNS/uang representatif;
Tunjungan Keluarga, Tunjangan Jabatan; Tunjangan Fungsional; Tunjangan Umum;
Tunjangan Beras; Tunjangan PPH/Tunjangan Khusus; Pembulatan Gaji; iuran
Asuransi Kesehatan; dan Tambahan Penghasilan Peningkatan Kesejahteraan Umum.
Pembiayaan
kesehatan bersumber dana APBD Belanja Langsung membiayai 9 Program yang terdiri
dari : (1) Program pelayanan Administrasi Perkantoran (2) Program Peningkatan
Sarana dan Prasarana Aparatur (3) Program Peningkatan
Pengembangan Sistem Capaian Kinerja dan Keuangan (4) Program Peningkatan
Kesehatan Masyarakat (5) Program Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak (6) Program
Pegendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (7) Program Peningkatan Gizi (8)
Program Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (9) Program Program
Dukungan Manajemen Pembangunan Kesehatan
TABEL 5.3
ALOKASI DAN REALISASI KEUANGAN BELANJA LANGSUNG
DINAS KESEHATAN DAN UPT LINGKUP DINAS KESEHATAN
PROVINSI NTTTAHUN 2012
U R A I
A N |
ALOKASI |
REALISASI |
|
(Rp) |
(Rp) |
% |
|
-Dinas
Kesehatan Provinsi NTT |
42.897.928.991,- |
40.875.456.265,- |
95,29 |
- Belanja
Tidak Langsung |
17.138.283.000,- |
15.874.029.571,- |
92,62 |
-
Belanja Langsung |
25.759.645.991,- |
25.001.426.694,- |
97,06 |
T O T A L |
42.897.928.991,- |
40.875.456.265,- |
95,29 |
Sumber : Subag. Program Data dan Evaluasi
Sekretariat Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2012
Pada
Tabel 5.3 di atas, alokasi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung Dinas
Kesehatan dan UPT lingkup Dinas Kesehatan Provinsi NTT tahun 2012
berjumlah Rp. 42.897.928.991,- dibagi ke kantor Dinas Kesehatan
Prov. NTT, UPTD Pelatihan Tenaga Kesehatan Kupang, UPT Laboratorium Kesehatan Kupang dan UPT
Pengelolaan Obat, Vaksin dan Perbekalan Kesehatan Kupang. Dari keseluruhan dana
tersebut, anggaran yang terealisasi sebesar 95,29% atau Rp. 40.875.456.265,-
Selain
APBD, pembiayaan kesehatan juga berasal dari dana Dekonsenstrasi/APBN. Dana
APBN (Dana Dekonsentrasi) membiayai 6 program yang terdiri dari : 1). Program
Dukungan Manajemen dan Pelaksana Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan;
2). Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; 3). Program Pembinaan Upaya
Kesehatan; 4). Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 5).
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan; 6). Program Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Pada tahun 2012 telah direalisasi
sebanyak 94,39% atau sebesar Rp. 44.244.688.221,- dari total alokasi dana APBN
(Dekonsentrasi) berjumlah Rp. 46.874.404.000,-. Rincian Alokasi dan realisasi dana Dekonsentrasitahun 2012
dapat dilihat pada tabel 3.4.
TABEL 3.4
ALOKASI DAN REALISASI KEUANGAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
(DEKONSENTRASI)
DINAS KESEHATAN PROVINSI NTT TAHUN 2012
NO |
P R O G R A M |
ALOKASI |
REALISASI |
|
(Rp) |
(Rp) |
% |
||
1 |
Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan |
4.351.050.000,- |
4.179.799.100,- |
96,06 |
2 |
Bina
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak |
25.999.691.000,- |
24.883.692.990,- |
95,71 |
3 |
Pembinaan
Upaya Kesehatan |
7.493.040.000,- |
6.442.057.150,- |
85,97 |
4 |
Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan |
4.574.743.000,- |
4.439.410.000,- |
97,04 |
5 |
Kefarmasian
dan Alat Kesehatan |
2.349.880.000,- |
2.193.728.981,- |
93,35 |
6 |
Pengembangan
dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan |
2.106.000.000,- |
2.106.000.000,- |
100,00 |
T O T A L |
46.874.404.000,- |
44.244.688.221,- |
94,39 |
Sumber : Subag. Program Data dan Evaluasi
Sekretariat Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2012
Pada
Tabel 5.4 disajikan Alokasi dan Realisasi Keuangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (Dekonsentrasi) Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2012. Dapat
dilihat bahwa Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak mendapatkan anggaran
paling besar diantara keenam program lainnya, hal ini disebabkan dalam program
ini terdapat bantuan NICE yang ditujukan untuk perbaikan gizi di 4 kabupaten
yaitu Kota Kupang, Kab. Kupang, TTU dan Sumba Barat.
3.2 Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih
VISI MISI , PROGRAM KEPALA
DAERAH |
VISI, MISI, PROGRAM SKPD |
VISI : “terwujudnya masyarakat nusa tenggara
timur yang berkualitas, sejahtera dan demokratis dalam bingkai negara kesatuan republik
indonesia” |
VISI : “ Penggerak Utama Terwujudnya
Pembangunan Kesehatan Masyarakat yang
Berkualitas, Adil, Merata dan berkesinambungan |
MISI : |
MISI : |
Meningkatkan pelayanan pendidikan dalam
rangka terwujudnya mutu pendidikan, kepemudaan dan keolahragaan yang berdaya
saing; |
Peningkatan Sumber Daya Manusia Kesehatan yang berkualitas dan
profesional |
Meningkatkan derajat dan kualitas
kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat dijangkau seluruh
masyarakat; |
Peningkatan Manajemen, Informasi dan Regulasi Kesehatan |
Memberdayakan ekonomi rakyat dan
mengembangkan ekonomi keparawisataan dengan mendorong pelaku ekonomi untuk
mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal; |
Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan |
|
|
|
|
VISI MISI , PROGRAM KEPALA
DAERAH |
VISI, MISI, PROGRAM SKPD |
Pembenahan sistem hukum dan reformasi
birokrasi daerah; |
Peningkatan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan |
Mempercepat pembangunan infrastruktur
yang berbasis tata ruang dan lingkungan hidup; |
Peningkatan Upaya Kesehatan yang bermutu, adil, merata dan
terjangkau bagi seluruh masyarakat serta berkelanjutan |
Meningkatkan kualitas kehidupan
keluarga, pemberdayaan perempuan, serta perlindungan dan kesejahteraan anak; |
Penyediaan pembiayaan kesehatan dalam rangka perlindungan
kesehatan masyarakat |
• Mempercepat
pembangunan Kelautan dan Perikanan; |
Pembuatan penelitian/pengkajian dibidang kesehatan dan
pengembangan kesehatan |
Mempercepat penanggulangan kemiskinan,
bencana dan pengembangan kawasan perbata |
|
PROGRAM RPJMD |
PROGRAM RENSTRA |
Program Peningkatan Kesehatan Masyarakat |
Program Peningkatan Kesehatan Masyarakat |
Program Peningkatan Kesehatan Ibu dan
Anak |
Program
Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak |
Program Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan |
Program
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan |
Program Peningkatan Gizi |
Program
Peningkatan Gizi |
Program Pengembangan dan Pemberdayaan
SDM Kesehatan |
Program
Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan |
Program Manajemen, Informasi dan
Regulasi Pembangunan Kesehatan |
Program
Manajemen, Informasi dan Regulasi Pembangunan Kesehatan |
|
|
|
|
VISI MISI , PROGRAM KEPALA DAERAH |
VISI, MISI, PROGRAM SKPD |
Program Upaya Kesehatan Perorangan |
Program
Upaya Kesehatan Perorangan |
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya |
Program
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya |
Program Hibah Kemasyarakatan Bidang
Kesehatan |
Program
Hibah Kemasyarakatan Bidang Kesehatan |
Program Bantuan Sosial Bidang KesehataN |
Program
Bantuan Sosial Bidang KesehataN |
3.3. Telaahan Renstra Kementerian/Lembaga dan
Renstra Provinsi
Setelah
dilihat perkembangan hasil pencapaian Renstra Kemenkes RI Tahun 2010-2014 dan Renstra Dinas Kesehatan
Provinsi NTT Tahun 2009- 2013 maka isu yang menjadi prioritas untuk Renstra
Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2013-2018 masih merupakan bagian dari draft
Renstra Kemenkes RI Tahun 2015-2019
antara lain:
Ø ISU STRATEGIS KEMENKES RI
• Meningkatnya status kesehatan dan
gizi masyarakat
• Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular
• Menurunnya angka kesakitan akibat
penyakit tidak menular
• Menurunnya disparitas status
kesehatan dan gizi masyarakat antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi
serta gender.
• Meningkatnya perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga
• Terpenuhinya kebutuhan tenaga
kesehatan strategis di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan.
• Meningkatnya cakupan jaminan
kesehatan
Ø KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENKES RI
·
Pertama, Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan
ibu, anak, remaja, dan lanjut usia melalui (a) Peningkatan ketersediaan sarana pelayanan
kesehatan; (b) Peningkatan cakupan kesinambungan pelayanan (continuum of
care) kesehatan ibu dan anak; (c) Peningkatan pemenuhan standar puskesmas
PONEK dan RS PONEK; (d) Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan ibu (24
jam/7 hari); (e) Peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi; dan (f)
Peningkatan pelayanan kesehatan lanjut usia.
·
Kedua, Meningkatkan
status gizi masyarakat melalui (a) Peningkatan
akses pelayanan gizi untuk remaja perempuan (suplementasi gizi mikro), ibu
hamil dan ibu menyusui (suplementasi gizi mikro dan makro, konseling) dan bayi
di bawah dua tahun (pemantauan pertumbuhan, pemberian ASI eksklusif, MP-ASI,
suplemen gizi mikro, penanganan kurang gizi dan kecacingan); (b) Penguatan
perencanaan, penyebaran dan kualifikasi tenaga gizi; (c) Penguatan pengaturan,
pelaksanaan dan pemantauan regulasi dan standar gizi pada produk pangan; (d)
Penguatan peran lintas sektor dalam penanganan gizi dan institusionalisasi
RAD-PG; dan (e) Peningkatan perubahan perilaku masyarakat
·
Ketiga, Meningkatkan
pengendalian penyakit menular, tidak menular, dan penyehatan lingkungan melalui(a)
Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah; (b) Penguatan
sistem pengendalian zoonosis secara terpadu; (c) Peningkatan cakupan imunisasi
pada bayi; (d) Peningkatan ketersediaan vaksin dan tenaga kesehatan; (e)
Pemenuhan kebutuhan obat program; (f)
eliminasi/eradikasi penyakit terabaikan (neglected tropical diseases);
(g) Peningkatan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular; (h) Peningkatan penemuan penderita dan
tata laksana kasus; (i) Peningkatan
komunikasi, informasi, dan edukasi; (j) Peningkatan pelayanan kesehatan jiwa;
dan (k) Peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak, termasuk
perubahan perilaku higine dan sanitasi (STBM).
·
Keempat, Meningkatkan ketersediaan,
keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas farmasi dan alat kesehatan melalui
(a)Peningkatan ketersediaan dan manajemen supply chain obat program dan bufferstock
di fasilitas kesehatan; (b) Peningkatan penelitian, pengembangan dan
pemanfaatan obat tradisional Indonesia; (c) Peningkatan
pelayanan kefarmasian; (d) Peningkatan ketersediaan vaksin yang sesuai dengan
pola penyakit; (e) Peningkatan kemandirian produksi dan distribusi obat dan
alat kesehatan dengan mendorong regulasi untuk insentif produksi dalam negeri
dan kerjasama dengan dunia industri; (f) Peningkatan ketersediaan dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik dan penggunaan obat
rasional; dan (g) Peningkatan pengawasan mutu dalam pengadaan obat dan alat
kesehatan.
·
Kelima, Meningkatkan
pengawasan obat dan makanan melalui
(a) Peningkatan kualitas sarana produksi, distribusi, dan
sarana obat dan makanan; (b) Peningkatan penelitian di bidang obat dan makanan; (c) Penguatan sistem regulasi
pengawasan obat dan makanan; (d) Penguatan
sistem laboratorium obat dan makanan; (e) Peningkatan kemampuan pengujian mutu
obat dan makanan, termasuk peningkatan tenaga food inspector; (f)
Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium pengujian; (g) Peningkatan
penerapan standar internasional laboratorium; (h) Penyusunan standar dan
pedoman pengawasan obat dan makanan; (i) Peningkatan pemeriksaan sarana produksi
dan distribusi obat dan makanan; (j) Pengembangan peraturan dalam rangka
harmonisasi standar; dan (k) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan
distribusi obat dan makanan.
·
Keenam, Menguatkan Jaminan Kesehatan
Nasional melalui (a) Peningkatan
Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan kelompok informal dan integrasi
kepesertaan jaminan pembiayaan kesehatan lainnya (Askes, TNI/Polri, Jasmostek,
Jamkesda); (b) Peningkatan kerjasama dengan provider non pemerintah,
pengembangan standar provider JKN, dan penguatan sistem rujukan; (c)
Peningkatan standar kualitas pelayanan kesehatan di berbagai fasilitas
kesehatan; (d) Pengembangan sistem pembayaran, monitoring, dan evaluasi
termasuk operation research; dan (e) Meningkatkan cost-effectiveness
pelayanan kesehatan antara lain melalui penyusunan HTA (Health Technology
Assesment) atau NICE (National Institute of Health and Care Excellence).
·
Ketujuh, Meningkatkan
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat melalui (a)
Pengembangan kebijakan publik berwawasan kesehatan, termasuk pengembangan
lingkungan yang mendukung aktivitas fisik; (b) Peningkatan regulasi mengenai
produk makanan yang aman dan lebih sehat; (c) Penciptaan lingkungan yang
mendukung perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); (d) Meningkatkan kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat termasuk pendidikan kesehatan kepada masyarakat
dalam rangka peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan individu; (e)
Peningkatan upaya promosi
kesehatan dan pencegahan di pelayanan kesehatan; termasuk peningkatan SDM
kesehatan dalam pelayanan promotif.
·
Kedelapan,Manajemen dan Pembiayaan Kesehatan dengan (a) Meningkatkan peran sektor kesehatan
dalam pelayanan kesehatan primer,
promosi dan pencegahan; (b) Memperkuat mekanisme monitoring evaluasi melalui
sistem informasi menyeluruh dari fasilitas pelayanan, kabupaten/kota, provinsi
dan kabupaten/kota; (c) Meningkatkan fokus penelitian dan pengembangan sesuai
kebijakan dan program pembangunan kesehatan; (d) Meningkatkan Penanggulangan
krisis kesehatan; (e) Memperkuat standar pelayanan kesehatan, termasuk Standar
Pelayanan Minimum; (f) Memperbaiki mekanisme pembiayaan, termasuk BOK; (g)
Meningkatkan cost-effectiveness pelayanan kesehatan antara lain melalui
penyusunan HTA (Health Technology Assesment) atau NICE (National
Institute of Health and Care Excellence); (h)
Menyeimbangkan pembiayaan antara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif; dan (i) Meningkatkan sumber pembiayaan kesehatan melalui PPP,
CSR, dan tarif/tax; (j) Meningkatkan sinergitas kebijakan perencanaan,
penganggaran dan pelaksanaan di pusat dan daerah melalui pembagian urusan.
·
Kesembilan, Meningkatkan
ketersediaan, penyebaran dan kualitas sumber daya manusia kesehatan melalui
(a)Pengembangan institusi/program studi untuk nakes tertentu, misal promkes,
sanitarian, spesialis kesehatan primer, public health ners; (b)
Peningkatan jumlah dokter spesialis; (c) Penyusunan standar dan prosedur
penyelenggaraan pendidikan nakes di semua jenjang; (d) Peningkatan kemitraan
dan kemandirian institusi pendidikan nakes, (e) Penyelarasan
perundangan/regulasi terkait pendidikan tenaga kesehatan antara Kemenkes dan
Kemendikbud; (f) Pelaksanaan internsip nakes termasuk dokter, bidan, dan
perawat, (g) Peningkatan kompetensi dan sertifikasi terhadap seluruh jenis
tenaga kesehatan, (h) Pengembangan kurikulum pendidikan nakes yang mengacu pada
standar nasional dan internasional, (i) Peningkatan diklat nakes dan Aparatur
nakes secara terencana dan berjenjang; (j) Penempatan nakes di pelayanan
kesehatan dengan menerapkan sistem paket (skill mixed) terutama pada
DTPK, (k) Peningkatan
formasi nakes terutama pada daerah yang kekurangan tenaga, (l) Perluasan model sister
hospital dan flying doctor terutama pada bagian timur Indonesia, (m)
Pembuatan roadmap kebutuhan tenaga kesehatan seluruh jenis tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan, (n)
Pengembangan insentif finansial dan non-finansial bagi bagi nakes yang
ditempatkan di DTPK, dan (o) Penguatan affirmative policy penempatan
tenaga kesehatan di DTPK
·
Kerangka Pendanaan, Kerangka
Kelembagaan dan Kerangka Regulasi
Dalam rangka
pelaksanaan pembangunan kesehatan diperlukan peningkatan pendanaan kesehatan,
baik bersumber dari dana publik (pemerintah) maupuan keterlibatan dari
non-pemerintah dan masyarakat.
Dalam kerangka
kelembagaan dan regulasi perlu dilakukan peningkatan sinergitas kebijakan perencanaan, penganggaran
dan pelaksanaan di pusat dan daerah melalui pembagian urusan, termasuk nomenklatur kelembagaan antara pusat
dan daerah, perkuatan mekanisme monitoring evaluasi
Dalam kerangka regulasi maka untuk mewujudkan target pembangunan harus
didukung dengan regulasi yang memadai. Berbagai UU terkait kesehatan harus
didukung dengan berbagai peraturan turunannya
3.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah Dan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis
·
Keadaan Lingkungan
Dalam menggambarkan
keadaan lingkungan, disajikan indikator-indikator yang merupakan hasil dari
upaya sektor kesehatan dan hasil upaya sektor-sektor lain yang terkait.
Salah satu sasaran dari
lingkungan sehat adalah tercapainya pemukiman dan lingkungan perumahan yang
memenuhi syarat kesehatan di pedesaan dan perkotaan serta terpenuhinya
persyaratan kesehatan di tempat-tempat umum, termasuk sarana dan cara
pengelolaannya.
Indikator–indikator
tersebut adalah persentase rumah sehat, persentase tempat - tempat umum sehat,
dan persentase penduduk dengan akses air minum.
•
Rumah Sehat
Rumah sehat adalah
bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang
memiliki sarana air bersih (perpipaan, sumur gali), memiliki jamban yang sehat
dengan letak/jaraknya 10-11 meter dari Sumur Gali, tempat pembuangan sampah,
sarana pembuangan air limbah yang kedap air dan tertutup sehingga tidak menjadi
tempat bersarangnya vektor penyakit (lalat dan kecoak), ventilasi rumah yang
baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah terbuat dari
lantai/kedap air.
Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, secara nasional hanya ada 24,9% rumah
sehat, dan persentase yang terendah yaitu di Provinsi NTT yaitu sebesar (7,5%).
Sedangkan menurut data yang dikumpulkan
dari masing-masing profil kabupaten/kota se-Provinsi NTT Tahun 2012 terdapat
869.001 rumah. Jumlah rumah yang dilakukan pemeriksaan sebanyak 516.658 rumah
(59,5%), rumah sehat sebanyak 315.832 buah (61,1%) meningkat dibanding tahun
2011 (54,3%)Tidak semua rumah dapat diperiksa oleh karena masalah klasik, yaitu
keterbatasan biaya dan tenaga. Gambaran persentase rumah sehat menurut
Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT dapat dilihat pada Lampiran Tabel 62 profil
kesehatan dan Gambar 3.14 berikut ini.
GAMBAR 3.14
PERSENTASE RUMAH SEHAT MENURUT KABUPATEN/KOTA
SE - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
Gambar tersebut di atas
ada 11 Kabupaten/Kota yang capaiannya di atas Rata-rata capaian Provinsi
(61,1%) yaitu Kota Kupang, Kab. TTU, Belu, Lembata, Flores Timur, Ngada,
Nagekeo, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Barat dan Sabu Raijua. Perlu upaya
program terkait untuk meningkatkan persentase rumah sehat di Provinsi NTT.
•
Tempat - Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan
(TUPM) Sehat
Tempat-tempat umum dan tempat pengelolaan makanan (TUPM)
merupakan suatu sarana yang dikunjungi oleh banyak orang dan berpotensi menjadi
tempat penyebaran penyakit. TUPM meliputi hotel, restoran, pasar, dan
lain-lain. TUPM sehat adalah tempat umum dan tempat pengelolaan makanan/minuman
yang memenuhi syarat kesehatan yaitu yang memiliki sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas
lantai (luas ruang) yang sesuai dengan banyaknya pengunjung, dan memiliki
pencahayaan ruang yang memadai.
Data yang diperoleh dari Profil Kesehatan kabupaten/kota
se-Provinsi NTT tahun 2012 memperlihatkan bahwa jumlah TUPM yang ada sebanyak
10.300 buah, yang diperiksa 4.684 buah, yang masuk kategori TUPM sehat sebanyak
2.877 buah (61,4%) berarti ada peningkatan dibanding pada tahun 2011 (59,0%).
Kabupaten/kota dengan TUPM sehat tertinggi adalah Kab. Ende yakni sebesar 100%,
sedangkan yang terendah di Kabupaten Alor (28,0%), dan ada 2 (dua)
kabupatenyang tidak melaporkan datanya yakni Kab. Sabu Raijua dan Sumba Barat
Daya. Rincian TUPM sehat menurut
kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran Tabel 67 profil kesehatan dan pada
Gambar 3.15 berikut ini.
GAMBAR 3.15
PERSENTASE TUPM SEHAT MENURUT KABUPATEN/KOTA
SE-PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2012
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2012
• Akses Terhadap Air Bersih
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting
bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang
cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program
penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Oleh karena
itu, salah satu indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan adalah
ketersediaan sumber air bersih rumah tangga.
Sumber air bersih yang digunakan rumah tangga
dibedakan menurut Air Kemasan, Air Isi Ulang, Ledeng (meteran dan eceran),
Sumur Pompa Tangan (SPT), Sumur Terlindungi, Mata Air Terlindungi, Air
Hujan,Sumur Tak Terlindungi, Mata Air Tak terlindungi, Air Sungai dan lainnya.
Dari beberapa jenis sumber air bersih tersebut diketahui bahwa persentase
keluarga yang sumber air minumnya terlindungi adalah sebesar 42,1%.
3.5..
Penentuan Isu-isu Strategis
Metode Penentuan Isu
Strategis Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun 2013-2018 melalui analisis semua
data perkembangan kinerja pelayanan kesehatan selama kurang lebih 5 (lima)
tahun terakhir , dan dilakukan pertemuan lokakarya dengan tim pakar bidang
kesehatan selama 3 (tiga) hari efektif guna membahas isu-isu strategis yang
akan berkembang untuk 5 (lima) tahun kedepan.
Beberapa isu-isu
strategis yang dapat dikemukakan setelah dilakukan identifikasi masalah
berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan SKPD Bidang Kesehatan adalah
:
1.
Masih tingginya Kasus Kematian Ibu, bayi dan balita.
2.
Masih tingginya prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk
3.
Masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit Menular
dan Penyakit Tidak Menular (PTM).
4.
Masih rendahnya akses masyarakat terhadap Air
Bersih dan Sanitasi Dasar
5.
Wilayah Provinsi NTT merupakan
salah satu provinsi daerah yang rawan bencana.
6.
Masih rendahnya akses keterjangkauan terhadap fasilitas kesehatan
yang memadai
7.
Belum optimalnya mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
8.
Akses dan keterjangkauan perbekalan kesehatan (obat, vaksin, peralatan
dan perbekalan kesehatan lainnya) pemenuhan penyediaannya belum optimal.
9.
Laboratorium Kesehatan Provinsi NTT sebagai Laboratorium Rujukan belum
optimal.
10.
Kondisi geografis Provinsi NTT berupa kepulauan dibutuhkan adanya
sistem rujukan regional (Sumba Timur, Manggarai, Ende, Sikka, Belu,RSUD
Johannes Kupang) .
11.
Pengembangan Promosi untuk ber perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
dan Peran Serta Masyarakat (PSM) dalam pembangunan kesehatan belum optimal
12.
Belum terpenuhinya jumlah, jenis, kompetensi dan distribusi tenaga
kesehatan serta belum optimalnya dukungan regulasi ketenagaan kesehatan.
13.
Belum optimalnya kualitas manajemen dan pembiayaan kesehatan, sistim
informasi dan penelitian di bidang kesehatan.
14.
Optimalisasi fungsi pelayanan internal di lingkup dinas kesehatan
Provinsi NTT
15.
Optimalisasi Pemberi Pelayanan Kesehatan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
No comments:
Post a Comment