a.Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Dalam Gedung

 

a.Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Dalam Gedung

 

1)Skrining Kesehatan dan Imunisasi Anak Usia Sekolah dan Remaja Anak usia sekolah dan remaja yang datang sendiri atau rujukan (dari sekolah, Posyandu, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)/ panti, atau Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA)) dilakukan skrining yang terdiri dari:

 

a)Skrining Anemia Usia Sekolah dan Remaja

(1)Sasaran: remaja putri usia 12 tahun dan usia 15 tahun yang belum pernah mendapatkan skrining anemia, dengan atau tanpa gejala anemia.

(2)Metode:

(a)anamnesis: gejala yang dialami seperti mudah lelah, letih, lesu, lunglai, lalai (sering lupa), atau sakit kepala, baik dalam beberapa hari maupun lebih lama dari itu. Tanyakan yang relevan dengan anemia missal gaya hidup terkait konsumsi sayur, buah, protein hewani dan tablet tambah darah khususnya remaja putri (juga riwayat menstruasi), kebersihan diri, dan terkait penyakit yang sedang diderita.

(b)pemeriksaan fisik: inspeksi konjungtiva dan telapak tangan

tampak pucat (anemis) atau tidak.

c) pemeriksaan penunjang: pemeriksaan kadar hemoglobin dengan PoCT Hb meter (dengan strip atau mikrokuvet) atau hematology analyzer di Puskesmas. Pemeriksaan di Pustu menggunakan alat POCT Hb meter.

(3)Tata laksana anemia dapat dilihat pada gambar berikut ini:



Catatan:

1.** Anamnesis dan tanda klinis bukan menjadi syarat pemeriksaan haemoglobin remaja putri kelas 7 dan 10 pada skrining anemia

2.TTD (Tablet Tambah Darah) yaitu tablet dengan dosis 60 mg elemental besi dan 400 mcg asam folat)

3.Anggaran Pengobatan / tatalaksana dan rujukan : JKN dana lainnya

4.Tranport penjaringan / skrining : BOK Puskesmas

5.Tugas Tim Pembina dan Pelaksana UKS/M: Penerapan UKS/ M, Pelaksanaan Aksi Bergizi, Edukasi perubahan perilaku, Pemantauan gizi anak sekolah


b)Skrining penyakit menular

(1)Skrining TBC

(a)Sasaran: setiap anak usia sekolah dan remaja yang berkunjung ke Puskesmas, Pustu atau yang ditemui pada kegiatan kunjungan rumah baik sehat maupun sakit, dilakukan oleh tenaga kesehatan atau kader

(b)Frekuensi: Skrining TBC dilaksanakan pada setiap kali kunjungan.

(c)Metode: berdasarkan gejala, oleh tenaga kesehatan Puskesmas atau FKTP lainnya.

•Gejala umum TBC paru adalah batuk lebih 2 minggu. Semua bentuk batuk tanpa melihat durasi disertai gejala tambahan TBC dapat berupa BB turun tanpa penyebab/ BB tidak naik/nafsu makan turun, demam yang tidak diketahui penyebabnya, badan lemas/lesu, berkeringat malam hari tanpa kegiatan, sesak napas tanpa nyeri dada, ada pembesaran getah bening di leher atau di ketiak.

•Gejala TBC ekstraparu sesuai organ yang terkena

(d)Hasil skrining: bukan terduga TBC, kontak erat, terduga TBC

(e)Interpretasi Hasil Skrining: sama dengan definisi pada

skrining TBC pada Balita dan Anak Usia Pra Sekolah

(f)Tindak lanjut setelah skrining TBC adalah:

•Bukan terduga TBC: tidak perlu tindak lanjut

•Kontak erat: rujuk ke Puskesmas untuk mendapatkan TPT. Anak usia sekolah dan remaja tanpa gejala kontak erat/serumah dengan pasien TBC; remaja dengan HIV/ AIDS (ODHA) maka diberikan TPT oleh puskesmas. Apabila dalam perjalanannya menunjukkan gejala TBC, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya TBC.

 

 

•Anak yang kontak serumah dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis namun tidak menunjukkan gejala TBC, maka diperlukan pemeriksaan foto rontgen dada (jika tersedia) dan pemeriksaan infeksi TBC (TST/ IGRA) sebelum diberikan TPT oleh puskesmas. Apabila dalam perjalanannya menunjukkan gejala TBC, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya TBC pada anak tersebut.

•Terduga TBC: apabila dapat mengeluarkan dahak, diperiksa Tes Cepat Molekuler (TCM) di Puskesmas. Pengambilan spesimen dahak/sputum 2 kali (Sewaktu- Pagi atau Sewaktu-sewaktu dengan jarak minimal 1 jam) di Pustu, kemudian dikemas dan dikirim ke Puskesmas. Jika mengalami kendala mengakses layanan TCM berupa kesulitan transportasi, jarak dan kendala geografis maka penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis BTA sputum. Jika terdiagnosis TBC dengan pemeriksaan mikroskopis, dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan TCM untuk mengetahui apakah merupakan TBC sensitif atau resisten. Dinas kesehatan mengatur jejaring rujukan spesimen ke fasyankes TCM terdekat.

•Untuk terduga dengan hasil pemeriksaan TCM negatif,

perlu dipertimbangkan skrining menggunakan foto thoraks, untuk pertimbangan penegakan diagnosis TBC klinis

(g)Jika kesulitan mendapatkan dahak, dapat dilakukan induksi sputum. Namun jika segala upaya sudah dilakukan untuk mendapatkan sampel dahak tidak dapat diperoleh maka penegakan diagnosis secara klinis dapat dilakukan dengan sistem skoring.

 

 

(h)Pasien TBC Sensitif Obat (SO) datang ke Puskesmas sebulan sekali untuk mengambil obat, sedangkan pasien TBC Resisten Obat (RO) harus datang setiap hari ke puskesmas untuk minum obat didampingi petugas kesehatan.

(i)Pemantauan pengobatan:

•Pasien TBC Sensitif Obat:

odilakukan berupa pemeriksaan klinis (termasuk berat badan) setiap bulan

obakteriologis dengan pemeriksaan sputum BTA pada bulan kedua, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan

ofoto thorak.

•Pasien TBC Resisten Obat:

opemeriksaaan klinis (termasuk berat badan) setiap bulan,

opemeriksaan bakteriologis (mikroskopis BTA dan biakan)

opemeriksaan penunjang lain seperti EKG, foto toraks dan laboratorium darah rutin dan kimia darah

•Kader dan nakes melaksanakan kunjungan rumah pada anak dan remaja yang tidak melakukan kunjungan ulang ke layanan kesehatan sesuai anjuran.

 

 

 

Gambar 25. Alur Skrining TBC pada Anak Usia Sekolah dan Remaja

 

(2)Skrining Malaria

Dilakukan pemeriksaan malaria berdasarkan indikasi (ada gejala klinis) dan riwayat sakit/makan obat sebelumnya ataupun riwayat bepergian ke daerah endemis 1-2 minggu sebelum sakit.

 

(3)Skrining HIV

(a)Sasaran :

•remaja dengan HIV / AIDS (ODHA)

•remaja yang kontak serumah dengan pasien TBC paru

yang terkonfirmasi bakteriologis,

•remaja dengan hasil PIMS (penyakit infeksi menular seksual) positif

•remaja yang beresiko lainnya misalnya remaja dengan penyakit imunokompromais (pasien yang menjalani pengobatan kanker, pasien yang mendapatkan perawatan analisis, pasien yang mendapat kortikosteroid jangka panjang , pasien yang sedang persiapan transplantasi organ, dll),

•remaja yang menjadi warga binaan pemasyarakatan (WBP), tinggal di sekolah berasrama,

•remaja yang pernah melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan

•remaja pengguna narkoba suntik

•remaja yang tinggal di daerah tertentu (wilayah yang beresiko mempengaruhi perilaku), dan

•sesuai dengan indikasi.

(b)Skrining bisa dilakukan di Puskesmas, jika hasil skrining positif (R0) dilanjutkan pemeriksaan R1, R2 dan R3 (diagnosis) di Puskesmas atau RS PDP (Pengobatan Dukungan dan Perawatan HIV).

(c)Metode : Pemeriksaan Rapid R0 lalu melihat hasil positif atau negatif. Jika hasil R0 (skrining) positif pasien akan dirujuk ke Puskesmas atau RS PDP agar bisa dilakukan pemeriksaan diagnosis (R1, R2 dan R3 untuk menegakkan diagnosa.

(d)Tindak lanjut : jika hasil pemeriksaan R1, R2 dan R3 Positif maka pasien dinyatakan sebagai orang penderita HIV (ODHIV) dan bisa diberikan ARV













No comments:

Post a Comment