j. Kepemimpinan Untuk Budaya Keselamatan di Rumah Sakit

 

j. Kepemimpinan Untuk Budaya Keselamatan di Rumah Sakit

 

1) Standar TKRS 13

Pimpinan rumah sakit menerapkan, memantau dan mengambil tindakan serta mendukung Budaya

Keselamatan di seluruh area rumah sakit. 

 

2) Maksud dan Tujuan TKRS 13 

Budaya keselamatan di rumah sakit merupakan suatu lingkungan kolaboratif di mana para dokter saling menghargai satu sama lain, para pimpinan mendorong kerja sama tim yang efektif dan menciptakan rasa aman secara psikologis serta anggota tim dapat belajar dari insiden keselamatan pasien, para pemberi layanan menyadari bahwa ada keterbatasan manusia yang bekerja dalam suatu sistem yang kompleks dan terdapat suatu proses pembelajaran serta upaya untuk mendorong perbaikan.

Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta kemampuan mengelola pelayanan kesehatan maupun keselamatan.

Keselamatan dan mutu berkembang dalam suatu lingkungan yang membutuhkan kerja sama dan rasa hormat satu sama lain, tanpa memandang jabatannya. Pimpinan rumah sakit menunjukkan komitmennya mendorong terciptanya budaya keselamatan tidak mengintimidasi dan atau mempengaruhi staf dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Direktur menetapkan Program Budaya Keselamatan di rumah sakit yang mencakup:

a) Perilaku memberikan pelayanan yang aman secara konsisten untuk mencegah terjadinya kesalahan pada pelayanan berisiko tinggi. 

b) Perilaku di mana para individu dapat melaporkan kesalahan dan insiden tanpa takut dikenakan sanksi atau teguran dan diperlakuan secara adil (just culture)

c) Kerja sama tim dan koordinasi untuk menyelesaikan masalah keselamatan pasien.

d) Komitmen pimpinan rumah sakit dalam mendukung staf seperti waktu kerja para staf, pendidikan, metode yang aman untuk melaporkan masalah dan hal lainnya untuk menyelesaikan masalah keselamatan. 

e) Identifikasi dan mengenali masalah akibat perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono).

f) Evaluasi budaya secara berkala dengan metode seperti kelompok fokus diskusi (FGD), wawancara dengan staf, dan analisis data. 

g) Mendorong kerja sama dan membangun sistem, dalam mengembangkan budaya perilaku yang aman.

h) Menanggapi perilaku yang tidak diinginkan pada semua staf pada semua jenjang di rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis dan nonklinis, dokter praktisi mandiri, representasi pemilik dan anggota Dewan pengawas. 

Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan di antaranya adalah: perilaku yang tidak layak seperti kata-

kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki, perilaku yang mengganggu, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain, perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk gender serta pelecehan seksual. 

Seluruh pemangku kepentingan di rumah sakit bertanggungjawab mewujudkan budaya keselamatan dengan berbagai cara.

Saat ini di rumah sakit masih terdapat budaya menyalahkan orang lain ketika terjadi suatu kesalahan (blaming culture), yang akhirnya menghambat budaya keselamatan sehingga pimpinan rumah sakit harus menerapkan perlakuan yang adil (just culture) ketika terjadi kesalahan, dimana ada saatnya staf tidak disalahkan ketika terjadi kesalahan, misalnya pada kondisi:

a) Komunikasi yang kurang baik antara pasien dan staf. 

b) Perlu pengambilan keputusan secara cepat. 

c) Kekurangan staf dalam pelayanan pasien.  Di sisi lain terdapat kesalahan yang dapat diminta pertanggungjawabannya ketika staf dengan sengaja melakukan perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono) misalnya:

a) Tidak mau melakukan kebersihan tangan.

b) Tidak mau melakukan time-out (jeda) sebelum operasi.

c) Tidak mau memberi tanda pada lokasi pembedahan.  Rumah sakit harus meminta pertanggungjawaban perilaku yang tidak diinginkan (perilaku sembrono) dan tidak mentoleransinya. Pertanggungjawaban dibedakan atas:

a) Kesalahan manusia (human error) adalah tindakan yang tidak disengaja yaitu melakukan kegiatan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. 

b) Perilaku berisiko (risk behaviour) adalah perilaku yang dapat meningkatkan risiko (misalnya, mengambil langkah pada suatu proses layanan tanpa berkonsultasi dengan atasan atau tim kerja lainnya yang dapat menimbulkan risiko).

c) Perilaku sembrono (reckless behavior) adalah perilaku yang secara sengaja mengabaikan risiko yang substansial dan tidak dapat dibenarkan. 

 

 3)  Elemen Penilaian TKRS 13

a) Pimpinan rumah sakit menetapkan Program Budaya Keselamatan yang mencakup poin a) sampai dengan h) dalam  maksud  dan  tujuan  serta  mendukung penerapannya secara akuntabel dan transparan.

b) Pimpinan rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan informasi (kepustakaan dan laporan) terkait budaya keselamatan bagi semua staf yang bekerja di rumah sakit.

c) Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung dan mendorong budaya keselamatan di rumah sakit.

d) Pimpinan rumah sakit mengembangkan sistem yang rahasia, sederhana dan mudah diakses bagi staf untuk mengidentifikasi dan melaporkan perilaku yang tidak diinginkan dan menindaklanjutinya.

e) Pimpinan rumah sakit melakukan pengukuran untuk mengevaluasi dan memantau budaya keselamatan di rumah sakit serta hasil yang diperoleh dipergunakan untuk perbaikan penerapannya di rumah sakit.

f) Pimpinan rumah sakit menerapkan budaya adil (just culture) terhadap staf yang terkait laporan budaya keselamatan tersebut.

No comments:

Post a Comment