PANDUAN
ANALISIS MODUS
KEGAGALAN & DAMPAK (AMKD)
Failure Mode,Effect and Analysis (FMEA)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2 PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG......................................................................................................3 B.
TUJUAN...........................................................................................................................3 BAB. I
DEFINISI ………………………………………………………………………………4 BAB II RUANG LINGKUP …………………………………………………………………...5 BAB. III. LANGKAH-LANGKAH 1.
Langkah 1. Pilih proses yang
berisiko tinggi dan membentuk tim……………….6 2.
Langkah 2. Diagram alur
proses………………………………………………….9 3.
Langkah 3. Brainsorming modus
kegagalan dan dampaknya……..…….………10 4.
Langkah 4. Hitung skala
prioritas kegagalan …………………………….……..11 5.
Langkah 5. Identifikasi akar
masalah modus kegagalan………...………………15 6.
Langkah 6. Redesain
proses……………………………………………..………16 7.
Langkah 7. Analisa dan uji
coba proses baru……………………………………17 8.
Langkah 8. Implementasi dan
monitor proses yang diredesain …………………17 BAB V.
PENUTUP........................................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................23 |
|
|
|
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Tujuh langkah
menuju keselamatan rumah sakit adalah upaya untuk menggerakkan program
keselamatan pasien di RS Islam Sultan Agung. Berdasarkan langkah ke enam dari
tujuh langkah tersebut yaitu rumah sakit mengembangkan kebijakan yang mencakup
insiden yang terjadi dan minimum satu kali pertahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
untuk proses risiko tinggi.
Berkaitan
dengan hal tersebut diatas, maka Tim KKPRS Rumah Sakit Islam Sutlan Agung menyusun panduan FMEA (Failure Mode Effect
and analysis) sebagai tool untuk penilaian risiko pada proses yang belum
dilakukan, sedang dilakukan dan proses baru dengan pendekatan proaktif.
TUJUAN
I.
Tujuan Umum
Buku panduan ini sebagai dasar bagi tim KKP-RSISA
untuk meningkatkan
mutu layanan RS melalui kegiatan redesain proses pelayanan
untuk menganalisis modus kegagalan dan dampaknya
II.
Tujuan Khusus
a.
Pedoman dalam melaksanakan 5
langkah melakukan Analisis Modus Kegagalan dan Dampak
b.
Panduan dalam menentukan
proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi terjadi error.
c.
Panduan dalam perbaikan sistem
(re-desain proses) terhadap proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko
tinggi terjadi error.
BAB
I
DEFINISI
Pada saat ini pencegahan
kesalahan medis belum menjadi fokus utama untuk asuhan perawatan pasien di
rumah sakit. Sebagian besar sistem pelayanan kesehatan tidak didesain untuk mencegah
terjadinya error.
Definisi dari FMEA (Failue Mode and
Effect Analysis)
adalah :
1)
Metode
perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi.
2)
Proses
proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi.
3)
Mengantisipasi
kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.
Secara umum
definisinya adalah : metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah Potensi Kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk meningkatkan keselamatan pasien.
BAB
II
RUANG
LINGKUP
1. Memilih proses yang beresiko tinggi dan
membentuk tim.
2. Membuat diagram proses.
3. Bertukar pikiran tentang modus kegagalan
dan menetapkan dampaknya.
4. Memprioritaskan modus kegagalan.
5. Identifikasi akar masalah.
6. Redesain proses
7. Analisis dan uji prose baru
8. Implementasi dan monitor perbaikan proses.
BAB
III
TATA
LAKSANA
Tata laksana Analisis Modus
Kegagalan & Dampak ( Failure Mode
Effect and Analysis / FMEA ) ada 5 tahap. Yaitu :
I.
Tahap
1 Pilih proses yang beresiko tinggi dan Membentuk Tim.
A.
Pilih
proses yang beresiko tinggi.
1.
Proses
yang beresiko tinggi meliputi :
a.
Proses
baru.
Misalnya : staf
mengoperasikan alat / instrumen medis yang baru.
b.
Proses
yang sedang berjalan.
Misalnya : proses pengadaan,
penyimpanan & distribusi tabung gas medis (O2, N2O).
c.
Proses
klinis.
Misalnya : proses pengambilan
darah di laboratorium.
d.
Proses
non klinis.
Misalnya : mengkomunikasikan
hasil laborat ke dokter atau identifikasi pasien yang beresiko jatuh.
2.
Proses
yang beresiko tinggi biasanya memiliki satu atau lebih karakteristik.
a.
Variabel
individu :
-
Pasien
: tingkat keparahan penyakit, keinginan pribadi pasien, proses pengobatan.
-
Pemberi
layanan : tingkat ketrampilan, cara pendekatan dalam pelaksanaan tugas.
b.
Kompleksitas
:
-
Proses
dalam layanan kedokteran sangat kompleks, terdiri puluhan langkah. Semakin
banyak langkah dalam suatu proses, semakin tinggi probabilitas terjadinya
kesalahan.
-
Teori
Donald Berwick bahwa :
§ Bila proses terdiri dari 1
langkah, kemunginan salah 1%.
§ Bila proses 25 langkah,
kemungkinan salah 22%
§ Bila proses 100 langkah,
kemungkinan salah 63%
c.
Tidak
standar.
Proses dilakukan menurut
persepsi pemberi pelayanan berdasarkan kebiasaan atau prosedur yang sudah
ketinggalan jaman.
Diperlukan : SPO, Protokol
atau Clinical Pathways untuk
membatasi pengaruhdari variabel ini.
d.
Proses
tanpa jeda.
-
Perpindahan
satu langkah ke langkah lain dalam waktu berurutan tanpa jeda sehingga
seringkali baru disadari terjadi penyimpangan pada langkah berikutnya. Misal :
NORUM.
-
Keterlambatan dalam suatu langkah akan
mengakibatkan gangguan pada seluruh proses.
-
Kesalahan dalam suatu langkah akan
menyebabkan penyimpangan pada langkah berikut.
-
Kesalahan
biasanya terjadi pada perpindahan langkah atau adanya langkah yang diabaikan.
Kesalahan pada satu langkah akan segera diikuti oleh kesalahan berikutnya,
terutama karena koreksi tidak sempat dilakukan.
e.
Proses
yang sangat tegantung pada intervensi petugas.
-
Ketergantungan
yang tinggi akan intervensi seseorang dalam proses dapat menimbulkan variasi
kesalahan. Misal : penulisan resep dengan singkatan dapat menimbulkan Medication error.
-
Sangat
tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang memadai sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
f.
Kultur
garis komando ( Hierarchical culture ).
Suatu proses akan menghadapi
resiko kegagalan lebih tinggi dalam unit kerja dengan budaya hirarki
dibandingkan dengan unit kerja yang budayanya berorientasi tim.
Hal ini karena :
-
Staf
enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan yang lain.
-
Perawat
enggan bertanya kepada dokter atau petugas farmasi tentang medikasi, dosis
serta elemen perawatan lainnya.
g.
Keterbatasan
waktu.
Proses yang memiliki
keterbatasan waktu cenderung meningkatkan resiko kegagalan.
3.
Pertimbangkan
:
-
Yang
paling tinggi potensi resikonya.
-
Yang
paling “saling berkaitan” dengan proses lain
-
Ketertarikan
orang untuk memperbaiki.
B.
Membentuk
tim.
1.
Komposisi
tim.
a)
Multidisiplin
& multi personal
-
Berbagai
macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi anggota tim.
-
Beberapa
karakter seperti : orang yang memiliki kewenangan memutuskan, orang yang
penting untuk penerapan perubahan yang mungkin diperlukan, pemimpin yang memiliki pengetahuan-dipercaya-dihormati,
orang dengan pengetahuan yang sesuai,
b)
Jumlahnya
tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang)
2.
Pembagian
peran tim
a)
Team
leader
-
Pemimpin
yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan dihormati.
-
Mempunyai
kemampuan membuat keputusan.
-
Orang
yang memiliki ‘critical thinking’ saat perubahan akan dilaksanakan.
b)
Fasilitator.
-
Fungsi
fasilitator bisa dirangkap oleh team leader.
-
Orang
yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari area yang dianalisis.
-
Memandu
tim dalam proses diskusi.
-
Memilah
temuan atau masukan yang tidak penting.
-
Memastikan
bahwa anggota tim menyelesaikan setiap langkah dan mendokumentasikan hasil.
-
Mengarahkan
tim untuk fokus pada masalah yang sedang dibicarakan.
-
Anggota
tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator.
c)
Expert.
-
Petugas
yang menguasai dan ahli dalam bidang yang dianalisis.
-
Dengan
keahliannya diharapkan memberikan masukan berupa perubahan proses.
d)
Perwakilan
dari disiplin ilmu terkait.
e)
Notulen
-
Bertanggung
jawab mencatat dan membagikan notulen.
-
Fungsi
notulen bisa dirangkap oleh anggota secara bergantian. Fungsi notulis dapat
menghambat kemampuannya dalam mengemukakan pendapat, sehingga perlu bergantian.
-
Membuat
dokumentasi.
II.
LANGKAH 2. MEMBUAT ALUR PROSES
Pilihlah salah
satu diagram / mapping Process
-
Mapping Process juga dikenal sebagai Flowchart, menggambarkan semua langkah dalam proses.
-
Mapping Process membantu Tim mengidenLfikasi masalah yang dapat diperbaiki.
-
Tool ini sangat mendasar yang sebaiknya digunakan pada langkah awal karena dapat memberikan pandangan yang jelas tentang proses.
-
Tim sebaiknya memulai dengan Process Map level tinggi (5-12
langkah).Kemudian memilih proses yang mempunyai masalah yang paling besar.
-
Contoh
:
a. Detaile
Process Map paling umum digunakan
.
b. High-Level.
Process Map tercepat, paling sederhana dan detil
c. High--‐low (Top--‐down)
Menambahkan
pada kedalaman pada high--‐level
Process Map, namun tanpa mapping yang detil
III.
Tahap
3. Brainstorm
Potensial Modus Kegagalan
dan Dampaknya.
Dalam
tahap ke 3,
proses harus menggunakan alat bantu berupa :
1. Failure Mode.
-
Jenis
potensi kegagalan dalam proses untuk memenuhi persyaratan atau tujuan proses.
-
Berasal
dari proses yang tidak sempurna.
-
Menyebabkan
dampak.
-
Contoh :
tidak berfungsi, fungsi menurun, fungsi menyimpang, jatuh, salah identifikasi
dll.
2. Efek.
-
Akibat
dari kegagalan, yang mengganggu / merugikan.
-
Dirasakan
pasien
-
Contoh :
keterlambatan penanganan, kematian, cacat, kerusakan jaringan, tidak dapat
diperbaiki, melanggar ketentuan, kerugian finansial.
Contoh diagram 1 proses
No |
Sub Proses |
Failure Mode |
Effect |
1. |
Print charge slip & etiket |
Charge slip & etiket berbeda dg resep |
Dampak pada pasien : salah obat, salah harga, terapi
irasional |
Dampak pada pengunjung : - |
|||
Dampak pada staf :
komplain pasien, sangsi atasan |
|||
Peralatan / fasilitas :
- |
|||
Charge slip & etiket
buram |
Dampak pada pasien :
salah minum obat |
||
Dampak pada pengunjung :
- |
|||
Dampak pada staf :
komplain dari pasien |
IV.
Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan.
- Seberapa
parah efek yang ditimbulkan.
Tingkat
kefatalan dampak menggunakan alat bantu berupa tabel Severity.
- Seberapa
sering potensi penyebab terjadi.
Tingkat kemungkinan
terjadi menggunakan alat bantu berupa tabel Occurrence.
- Seberapa
mudah potensi penyebab terdeteksi.
Kemampuan
deteksi dari sistem yang ada menggunakan tabel Detection.
Risk Priority number (RPN)
Sering
digunakan untuk mengkalkulasi kritisnya keadaan sebagai suatu a risk priority
number (RPN), juga disebut
Criticality Index (CI), berdasarkan derajat Severity,Probability dan
Deteksi.
Risk Priority Number = severity x Occurence x Detection
- Modus
kegagalan dengan nilai RPN yang tinggi, otomatis menjadi perhatian untuk diatasi /
menjadi PRIORITAS.
- Memilih skala peringkat :
§ JCI tidak
secara spesifik menentukan “skala” mana yang harus digunakan dalam menilai modus
kegagalan.
§ Skala yang dipilih adalah
skala 1-10
A.
Severity
-
Yaitu
efek pada pelanggan.
-
Nilai
10 adalah ekstrem (komplain) dan nilai 1adalah pelanggan tidak nyaman.
-
Contoh
skala 1-10
RATING |
DESKRIPSI |
DEFINISI |
1 |
Dampak minor atau tidak ada |
Tidak akan disadari oleh orang yang mengalami dan tidak
mempengaruhi proses |
2 |
|
|
3 |
|
Dapat mempengaruhi orang yang mengalami dan akan
sedikit berpengaruh pada proses. |
4 |
|
|
5 |
Dampak moderat |
Dapat berpengaruh pada orang yang mengalami &
menyebabkan dampak serius pada proses. |
6 |
Cedera ringan |
Akan berpengaruh pada orang dan menyebabkan dampak
serius pada proses. |
7 |
|
|
8 |
Cedera berat |
Akan mengakibatkan cedera serius pada orang &
menyebabkan dampak serius pada proses. |
9 |
|
|
10 |
Bencana, cacat seumur hidup / meninggal |
Sangat berbahaya : kegagalan akan menyebabkan kematian pada
orang yang dilayani & menyebabkan dampak serius pada proses. |
B.
Occurance
-
Contoh
skala 1-10
|
DESKRIPSI |
KEMUNGKINAN |
DEFINISI |
1 |
Sangat
jarang & hampir tidak ada |
1
dalam 10.000 |
Tidak
ada / sedikit diketahui terjadinya, sangat tidak mungkin kondisi akan pernah
terjadi |
2 |
|
|
|
3 |
Kemungkinan
rendah |
1
dalam 5.000 |
Mungkin,
tapi tidak diketahui datanya, kondisi terjadi dalam kasus terisolasi, tetapi
kemungkinannya rendah |
4 |
|
|
|
5 |
Kemungkinan
moderat |
1
dalam 200 |
Didokumentasikan,
tetapi jarang, kondisi tersebut memiliki kemungkinan cukup besar terjadi |
6 |
|
|
|
7 |
Kemungkinan
tinggi |
1
dalam 100 |
Didokumentasikan
& sering, kondisi tersebut terjadi sangat teratur dan / selama jangka
waktu yang wajar. |
8 |
|
|
|
9 |
Yakin
terjadi |
1
dalam 20 |
Didokumentasikan,
hampir pasti, kondisi tersebut pasti akan terjadi selama periode panjang yang
spesifik untuk langkah / hubungan tertentu |
10 |
Selalu
terjadi |
1
dalam 10 |
|
C.
Detection
-
Menggunakan
skala 1-10
|
|
|
|
1 |
Pasti
terdeteksi |
10
dari 10 |
Hampir
selalu terdeteksi dengan segera |
2 |
|
|
|
3 |
Kemungkinan
rendah |
7
dari 10 |
Mungkin
terdeteksi |
4 |
|
|
|
5 |
Kemungkinan
moderat |
5
dari 10 |
Kemungkinan
sedang terdeteksi |
6 |
|
|
|
7 |
Kemungkinan
tinggi |
2
dari 10 |
Tidak
akan terdeteksi dengan mudah |
8 |
|
|
|
9 |
Hampir
pasti tidak terdeteksi |
0
dari 10 |
Tidak
mungkin terdeteksi tanpa upaya serius |
10 |
Tidak
ada upaya deteksi |
|
Tidak
ada mekanisme deteksi atau proses baru |
Prioritaskan
Modus Kegagalan
- Modus
kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan
prioritas tindakan.
- Jika
modus kegagalan menggunakan RPN, mungkin dapat memilih “cut off point” untuk menentukan prioritas.
o Nilai
dibawah cutoff point tidak memerlukan tindakan segera kecuali tersedia waktu.
o Nilai
di atas cutoff point , harus dilakukan eksplorasi.
Tabel
RPN dan Criticality
No |
Sub
Proses |
Failure
Mode |
Effect |
S |
Potential
Cause |
O |
D |
RPN |
1. |
Print
charge slip & etiket |
Charge
slip & etiket berbeda dg resep |
Dampak
pada pasien : salah obat, salah harga, terapi irasional |
9 |
Petugas salah input |
3 |
7 |
189 |
Dampak
pada pengunjung : - |
||||||||
Dampak
pada staf : komplain pasien, sangsi atasan |
||||||||
Peralatan
/ fasilitas : - |
||||||||
Charge
slip & etiket buram |
Dampak
pada pasien : salah minum obat |
Tinta mesin printer hampir habis |
4 |
1 |
36 |
|||
Dampak
pada pengunjung : - |
||||||||
Dampak
pada staf : komplain dari pasien |
Target
RPN = 150
Maka
:
-
Dibawah 150 resiko
diterima oleh rumah sakit.
-
Diatas atau sama dengan
150 maka resiko akan di kontrol atau dieleminasi dengan rencana tindak lanjut.
V.
Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan.
- Dalam
konteks FMEA : RCA digunakan untuk
menganalisa kemungkinan
salah dalam Proses dan
sistem.
- Desainnya
adalah Kegagalan dimasa datang bisa dicegah. Kalaupun tidak dapat dicegah, pasien
harus di proteksi terhadap
dampak kegagalan tsb atau Dampak di mitigasi.
Alat bantu yang bisa digunakan untuk analisa akar penyebab :
1. Brainstorming.
Analisa
akar penyebab : jika diinginkan ide / solusi yang tidak terbatas untuk
menemukan akar masalah dari semua pihak dalam proses perbaikan.
Tujuan
: untuk menghasilkan beberapa ide-ide dalam waktu minimum melalui proses
kreatif dalam kelompok.
2. Cause
& Effect Diagram.
Analisa akar penyebab : ketika masalah memiliki beberapa
penyebab.
Tujuannya : untuk menampilkan gambaran yang jelas dari
beberapa hubungan sebab akibat antara hasil dan faktor yang mempengaruhi.
Menggunakan 5 faktor yaitu = 5 M + 1 E
1 Tulang mencakup “Why” sebanyak 5 kali.
VI.
Langkah 6. Redesain
Proses.
Hal yg perlu dilakukan adalah
:
a)
Lakukan
studi literatur untuk mengumpulkan informasi dari literatur ilmiah.
b)
Belajar
dari rumah sakit lain dalam mengatasi masalah untuk problem yang sama.
c)
Berkomitmen
untuk mencapai berubahan baru dalam cara pandang baru.
Strategi Redesain
1)
Desain
atau desain ulang proses untuk eleminasi
peluang terjadinya kegagalan (mencegah terjadinya kegagalan).
2)
Mencegah
kegagalan sampai ke pasien dg meningkatkan deteksi kegagalan.
3)
Fokus
pada mitigasi dampak kesalahan yang sampai ke pasien.
VII.
Langkah 7.
Analisis dan Uji Coba Proses Baru.
I.
Panduan
Analisis.
a.
Bagaimana proses baru tersebut dapat diterapkan.
b.
Kapan proses yg baru akan diterapkan
c.
Siapa yang akan bertindak & bertanggung jawab.
d.
Dimana proses baru tersebut akan diterapkan.
II.
Panduan
Pengujian.
a.
Pengujian diatas kertas.
b.
Simulasi
c.
Uji coba terbatas.
III.
Pengumpulan
Data.
a.
Tinjauan terhadap catatan hasil pengujian,
b.
Survei sebelum dan sesudah perubahan.
c.
Sistem pelaporan.
d.
Pengamatan di lapangan
e.
Diskusi kelompok terfokus (FGD).
f.
Kehadiran pada program pendidikan.
g.
Evaluasi kompetensi.
VIII.
Langkah 8.
Implementasi dan Monitor Proses yang
Diredesain.
A. Strategi perubahan.
- Buat ‘sense of urgency’
- Bentuk tim pemandu.
- Buat visi dan strategi
- Komunikasikan visi yang berubah.
B. Strategi pemantauan.
- Dokumentasikan seluruh hasil proses yang
baru, masukkan ke dalam prosedur (sehingga menjadi standar baru).
- Berikan training dan sosialisasi
menyeluruh.
- Jaga kestabilan proses selama beberapa
waktu untuk memastikan kekonsistenannya.
Contoh Tabel Implementasi dan Pemantauan :
Hasil Kegiatan |
||||||
Tindakan yg diambil |
PIC (penanggung jawab) |
Dateline (Batas waktu) |
S |
O |
D |
RPN |
Obat dg nama yg
sama namun berbeda sediaannya , diletakkan terpisah ( di rak yg berbeda) |
Michael |
15 April |
10 |
3 |
3 |
90 |
Tindakan dan pengukuran outcome
1)
Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan
di :
- Kontrol.
- Eliminasi.
- Terima.
2)
Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan
yang akan dieliminasi atau dikontrol.
3)
Identifikasi ukuran outcome yang digunakan untuk analisa
dan uji re-desain proses.
4)
Identifikasi penanggung jawab dan deadline / target waktu
untuk melaksanakan tindakan tersebut.
5)
Tentukan apakah perlu dukungan direktur atau tidak untuk
menjalankan proses baru tersebut.
6)
Lakukan pengukuran S, O dan D kembali setelah tindak
lanjut dilakukan.
7)
Hitung kembali nilai RPN baru.
8)
Jika nilai RPN sudah mencapai target maka cari kembali
nilai RPN yang masih diatas target.
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi dalam buku panduan ini adalah :
Menuliskan semua langkah dalam bentuk form yang tersedia
sebagai berikut :
2
Langkah 4. Hitung skala prioritas
kegagalan dengan tabel RPN dan Criticality
No |
Sub
Proses |
Failure
Mode |
Effect |
S |
Potential
Cause |
O |
D |
RPN |
|
|
|
Dampak
pada pasien : |
|
|
|
|
|
Dampak
pada pengunjung : |
||||||||
Dampak
pada staf : |
||||||||
Peralatan
/ fasilitas : - |
||||||||
|
Dampak
pada pasien : |
|
|
|
|
|||
Dampak
pada pengunjung : |
||||||||
Dampak
pada staf : |
Langkah 8. Tabel implementasi dan
pemantauan.
Hasil Kegiatan |
||||||
Tindakan
yg diambil |
PIC (penanggung
jawab) |
Dateline (Batas
waktu) |
S |
O |
D |
RPN |
|
|
|
|
|
|
|
1) Pengorganisasian tim kerja.
2) Mekanisme kerja yaitu langkah-langkah
dalam proses AMKD / FMEA.
3) Prosedur yang dilaksanakan, mengunakan :
-
SPO
Pelayanan / Peralatan Medis yang diperlukan.
-
SPO
Analisis Modus Kegagalan dan Dampak (AMKD).
-
Surat
Keputusan penetapan orang-orang yang
terlibat.
-
Surat
tugas petugas yang terlibat tim.
4) Laporan AMKD yang telah dibuat untuk satu analisis.
5) Salinan Kebijakan Direktur terkait tindak
lanjut yang diusulkan oleh tim.
BAB V
PENUTUP
Demikianlah panduan ini disusun sebagai
pedoman dalam menjalankan layanan
pasien yang aman, khususnya dalam rangka
mencegah kesalahan identifikasi pasien.
Panduan ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai
dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi - baik Akreditasi Nasional 2012 maupun
standar Internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Daud
A. 2008, Workshop Keselamatan Pasien dan
Manajemen resiko Klinis di Rumah Sakit : Cegah Cedera Melalui Implementasi Keselamatan
Pasien Dengan Redesain Proses (Analisa HFMEA), IMR, Jakarta.
2.
Komisi
Akreditasi Rumah Sakit, 2012. Panduan
Penyusunan Dokumen Akreditasi, IMR, Jakarta.
3.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Panduan Nasional Keselamatan pasien Rumah
Sakit-Edisi 2. Depkes, Jakarta.
4.
Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), 2008. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)-Edisi 2. KKP-RS,
Jakarta.
5.
Buku
FMEA, JCI Edisi Ke-3.
No comments:
Post a Comment